Jakarta (ANTARA) - Fenomena langit berpendar di wilayah Menoreh, Jawa tengah tidak terkait dengan adanya bibit Siklon Tropis 92W yang tumbuh di perairan Filipina, kata Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), A. Fachri Radjab.

"Mengenai dampak terhadap fenomena langit berpendar di Menoreh, secara teori sulit untuk dikatakan ada kaitannya dengan bibit siklon tropis 92W," ujar Fachri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Peneliti jelaskan penyebab fenomena yang terjadi di langit Menoreh

Fachri mengatakan bibit siklon tropis posisinya jauh di sekitar Filipina. "Sedangkan fenomena langit berpendar lebih berskala lokal, jadi tidak bisa dikaitkan dengan bibit siklon tropis," ujar dia.

Sedangkan bibit Siklon Tropis 92W berdampak tidak langsung berupa hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara.

Sebelumnya, Peneliti klimatologi dari Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menjelaskan penyebab fenomena pendar warna kehijauan di langit Menoreh muncul karena adanya gelombang gravitasi atmosfer.

Erma menjelaskan gelombang gravitasi atmosfer adalah gelombang gravitasi yang terdapat di atmosfer dengan skala planet yang dapat terbentuk karena suatu gangguan di atmosfer pada lokasi tertentu, sehingga mengganggu lapisan-lapisan di atmosfer, mulai dari permukaan hingga lapisan yang paling tinggi di atmosfer seperti mesosfer.

Menurut dia, gangguan di atmosfer permukaan atau lapisan troposfer yang dapat membangkitkan gelombang gravitasi atmosfer adalah aktivitas konvektif yang menghasilkan awan konveksi yang tinggi.

Erma mengemukakan kemungkinan kaitan kemunculan pendar berwarna hijau di langit Menoreh dengan aktivitas badai skala meso yang mengganggu lapisan-lapisan di atmosfer, sehingga membentuk gelombang gravitasi atmosfer (GGA).

Baca juga: BMKG minta masyarakat antisipasi dampak buruk bibit Siklon Tropis 92W

Baca juga: Bibit siklon tropis tumbuh di perairan Filipina berdampak ke Indonesia


Hasil pengamatan terhadap data dari Satellite-Based Disaster Early Warning System (SADEWA) BRIN menunjukkan bahwa badai skala meso yang kuat dan meluas terbentuk di atas lautan sekitar 200 kilometer dari lokasi, yakni di Selat Karimata, sebelah barat Kalimantan.

Badai skala meso tersebut sepanjang hari bergerak seperti pendulum, terbentuk di Sumatera pada pagi hari lalu menuju timur ke arah Kalimantan dan melintasi laut Tiongkok Selatan hingga sore hari. Pada malam hari, badai itu bergerak kembali dari Kalimantan menuju ke laut dan menetap di sana hingga tengah malam.

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021