Saya berharap suatu saat nanti sepatu roda di tanah Papua jadi olahraga yang tak kalah populer
Jayapura (ANTARA) - Keseharian ruas jalan sekitar Jembatan Merah Youtefa Kota Jayapura selalu dipadati lalu lalang kendaraan roda empat dan roda dua.

Bagi Velix Wanggai situasi itu amat jauh dengan yang ia angankan. Ketua Umum olahraga sepatu roda Indonesia itu membayangkan jalanan ikonik Kota Jayapura itu diwarnai hilir mudik warga  yang mengayunkan kaki mereka bersama delapan roda, empat di sepatu kanan dan empat lainnya di kiri. Mereka asyik menyusuri pemandangan Pantai Hamadi dan Holtekamp nan eksotis.

Bayangan itu terlintas dalam pikiran Velix selepas penyelenggaraan sepatu roda Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua. Jembatan Merah Youtefa menjadi salah satu arena pertarungan memperebutkan medali emas di cabang sepatu roda pada 2-3 Oktober.

Ada dua nomor yang dilangsungkan di jembatan yang diresmikan pada 2019 itu yakni Marathon 42.000 meter dan Team Time Trial 10.000 meter. Sementara nomor lain berlangsung di Klemen Tinal Roller Sport Stadium yang letaknya cukup jauh dari jembatan Youfena.

Bagi masyarakat Papua, cabang olahraga sepatu roda bisa terbilang baru. Kalah pamor apabila dibandingkan dengan sepak bola.

Kendati demikian, antusiasme masyarakat untuk ikut serta meramaikan perlombaan tersebut tercermin saat memadati ujung jembatan Youfena, tempat berlangsungnya perlombaan.

Mereka berjejal memenuhi jalan hanya untuk melihat perlombaan kendati terik matahari membakar kulit. Bahkan masyarakat rela menunggu sedari pagi hingga sore hanya untuk menyemangati tanpa peduli asal kontingen.

Bagi Velix,  sang Ketua Umum PB Persatuan Sepatu Roda Indonesia (Perserosi), ajang sepatu roda di Papua bakal menjadi modal awal dalam memperkenalkan olahraga pacu di Bumi Cendrawasih.

Termimpikan olehnya suatu saat sepatu roda bisa populer. Bukan hanya untuk moda rekreasi di sekitar pantai, tapi juga untuk menyemai bibit-bibit muda Papua yang bisa membela Indonesia pada berbagai ajang Internasional.

"Saya berharap suatu saat nanti sepatu roda di tanah Papua jadi olahraga yang tak kalah populer," kata dia.

Menjaga Euforia

Seperti halnya cinta, euforia gegap gempita pesta olahraga juga mesti terus dirawat. Ia harus tumbuh dan benih-benihnya mesti terus disiram dan dipupuk.

Begitu kira-kira ungkapan Ketua Umum Perserosi Papua Jeffry Abel setelah tim sepatu roda Papua berhasil menyabet delapan emas, dua perak, lima perunggu dalam sepekan penyelenggaraan.

Untuk menjaga euforia itu tetap hidup, Perserosi Papua berencana akan rutin menggelar berbagai kejuaraan baik skala nasional maupun internasional.

Paling penting dari itu semua adalah pencarian dan pembinaan talenta-talenta muda secara berjenjang. Sebab, tanpa itu olahraga akan kering dan mati secara perlahan, lalu sirna.

Untuk pencarian bibit, Perserosi Papua  akan terjun ke sekolah-sekolah serta membentuk klub-klub lokal. Apabila klub sepatu roda lokal tumbuh, maka tentu popularitas sepatu roda pun kian menanjak.

"Kami optimis orang tua di Papua akan mendorong anak-anaknya bermain sepatu roda. Dan saya benar-benar tak menyangka euforia masyarakat sangat tinggi saat PON," kata Abel.

Pernyataan itu tak hanya disuarakan Abel, warga Papua juga berharap demikian. Agustina Fairyo berharap euforia PON Papua tidak cepat berakhir, karena membuat aktivitas masyarakat dan perekonomian di sekitar gelanggang pertandingan menjadi lebih hidup.

"Sa berharap kemeriahan olahraga terus ada di Papua. Jangan beres PON terus jadi sepi lagi," ujar warga Biak yang tinggal di Jayapura tersebut.

Ia juga berharap pemerintah rutin menggelar berbagai kejuaraan di Jembatan Merah Youfena. Ia tak ingin jembatan itu sekedar jadi jalur lintas penghubung antar wilayah, tapi jadi jantung kegiatan masyarakat.


Kelas dunia

Salah satu titik mula kebangkitan cabang olahraga adalah tersedianya fasilitas yang mumpuni dan mewadahi bakat-bakat setempat. Tanpa adanya gelanggang yang representatif, olahraga akan berjalan di tempat.

Masyarakat Papua kini patut berbangga karena telah memiliki arena sepatu roda Klemen Tinal yang terletak di Bumi Perkemahan Waena, Kota Jayapura.

Arena sepatu roda ini diambil dari nama Wakil Gubernur Papua ke-10, Klemen Tinal, yang wafat pada 21 Mei 2021. Mendiang Klemen Tinal juga tercatat sebagai Ketum Perserosi masa bakti 2017-2021.

Mendiang Klemen Tinal adalah tokoh yang paling berjasa atas pembangunan arena sepatu roda berstandar internasional tersebut. Pemberian nama ini sebagai penghargaan atau dedikasi dari sosok yang merupakan bupati pertama Kabupaten Mimika itu.

Dia menggagas pembangunan arena sepatu roda pada akhir 2019 guna pelaksanaan PON Papua. Semula, arena tersebut bernama Roller Sport Stadium Papua Bangkit. Kemudian Pengprov Perserosi Papua mengusulkan perubahan nama menjadi Klemen Tinal Roller Sport Stadium.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Velix Wanggai, hingga Jeffry Abel bahkan berani memberi garansi bahwa arena tersebut terbaik di Asia Tenggara dan nomor dua di Asia.

Pernyataan tiga tokoh itu diperkuat Federasi Sepatu Roda Dunia (FIRS) yang menobatkan arena di Papua ini menjadi menjadi yang terbaik kedua di Asia setelah China.

Tak tanggung-tanggung, perlengkapan pertandingan sepatu roda didatangkan langsung dari Amerika Serikat dan Belanda agar sesuai standar internasional.

Sejumlah perlengkapan penunjang yang didatangkan dari luar negeri seperti Electronick Lap Counter (Merk LYNX), 9-digit alphanumeric LED Display dan Running Time Clock (Merk LYNX), Electronick Starting Gun (Merk LYNX).

Sementara perlengkapan tanding yang didatangkan dari Belanda seperti ProChip Time (Merk Mylaps), Ankle/Wristh Band (Merk Mylaps), Set ProChip Detection end box (9m/12m loopwire), Conection Box With Coax (20m/50m), ProChip Decoder Portble Cabling, Orbits Sofware, Orbits Multiloop, Orbits Announcer Page, dan Mylaps Consule Control.

Selepas penyelenggaraan, arena Klemen Tinal Roller Sport Stadium ini akan dijadikan sebagai akademi sepatu roda di Indonesia bagian timur. Lebih jauh dari itu, Klemen Tinal Roller Sport Stadium diproyeksikan menjadi arena perlombaan International Pasific Roller Sport Open.

"Ini juga sebagai bagian dari diplomasi olahraga bersama negara-negara Asia Pasifik," kata Velix.

Raihan delapan emas, dua perak, delapan perunggu bisa menjadi pemantik minat masyarakat Papua akan olahraga sepatu roda  hingga suatu saat nanti Jembatan Youtefa bukan hanya sekedar jalan penghubung, tetapi mimbar sepatu roda di tanah Papua seperti diangankan Velix.

Baca juga: Perlombaan sepatu roda di PON jadi pondasi pembinaan bibit muda Papua
Baca juga: Warga Jayapura berharap euforia PON tidak cepat berakhir


 

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2021