Jakarta (ANTARA) - Sindrom mata kering mengintai mereka yang bekerja menatap layar gawai terlalu lama yang dilakukan sebagian masyarakat saat bekerja dari rumah, work from home (WFH) selama pandemi, kata spesialis mata dr. Damara Andalia, Sp.M.

"Mata kering disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya terlalu lama menatap TV, komputer atau gadget," kata Damara dalam webinar kesehatan, Rabu.

Baca juga: Fitur kesehatan mata pengaruhi keputusan beli laptop

Mata kering disebabkan penurunan produksi dan kualitas air mata yang bersifat sebagai pelumas. Bila tidak diatasi, mata kering dapat menimbulkan komplikasi luka terbuka pada lapisan luar pelindung mata yakni kornea.

Situasi pandemi berkepanjangan ini mengharuskan sebagian orang lebih banyak duduk atau berbaring sambil menonton televisi, membaca dan menatap layar gawai dalam jangka waktu lama, salah satu risiko terjadinya mata kering. Gaya hidup seperti itu dapat memicu atau memperberat kondisi mata kering. Paparan pendingin udara secara langsung terlalu lama juga turut berpengaruh.

Mata kering bisa dialami oleh orang-orang di atas 50 tahun, khususnya perempuan pasca menopause. Namun, dengan gaya hidup digital di mana gawai tak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari, mata kering pun dapat dialami oleh dewasa muda, bahkan anak-anak, kata dokter spesialis mata dari Universitas Indonesia.

Mata kering pun dapat dipicu oleh faktor lingkungan, seperti debu, kering, berangin juga asap rokok.
Ini pun dapat terjadi pada orang yang punya riwayat operasi mata, atau memiliki penyakit lain yang memicu mata kering. Faktor lainnya yang dapat menyebabkan mata kering antara lain pemakaian lensa kontak yang tidak sesuai instruksi dokter mata, serta penyakit metabolik seperti diabetes melitus.

Mata kering punya prevalensi cukup tinggi di Indonesia, yakni 27,5 - 30,6 persen, dan lebih tinggi pada populasi lanjut usia, yakni 5 hingga 30 persen.

Anggota Persatuan Dokter Mata Indonesia (PERDAMI) itu menjelaskan, prevalensi mata kering pada penderita kelainan metabolik lebih tinggi dibandingkan
populasi biasa, yakni mencapai lebih dari 20 persen.

"Pasien dengan kelainan metabolik dan mata kering harus ditangani secara sistemik, menyeluruh, tidak cuma di mata saja," jelas Damara.

Baca juga: Seberapa rutin kita harus periksa mata ke dokter?

Gejala dan solusi

Saat ini, mata kering merupakan fenomena gunung es di mana diperkirakan masih banyak pasien yang belum menjalani pemeriksaan lebih lanjut, jumlahnya lebih banyak ketimbang pasien yang sudah berobat dan menjalani terapi tepat dari spesialis mata. Sebab, tidak semua orang merasakan gejala dari mata kering. Berdasarkan penelitian di RS JEC, hanya 40 persen pasien mata kering yang punya gejala.

Gejala yang dirasakan antara lain ada rasa mengganjal pada mata, mata berair, mata terasa kering, ada sensasi berpasir, mata terasa lengket, mata sering kemerahan, muncul kotoran mata dan sering mengucek mata.

Gejala mata kering bisa dilihat dari abnormalitas pada air mata, mulai dari penguapan air mata, volume air mata, kekentalan air mata dan analisis kelenjar minyak air mata. Tanda lainnya adalah kerusakan pada permukaan mata, di mana ada pewarnaan pada permukaan mata.

Damara mengingatkan masyarakat untuk tidak menyepelekan mata kering, sebab penyakit ini berbahaya bila tidak diatasi. Mata kering yang tidak ditangani dengan baik bakal menurunkan kualitas hidup, sebab seseorang menjadi sulit beraktivitas secara normal akibat mata tidak nyaman serta bergantung kepada obat-obatan.

Pada kasus yang berat, mata kering yang tidak ditangani bisa menyebabkan kerusakan pada permukaan mata akibat infeksi. Sebab, mata yang kering lebih mudah terinfeksi hal asing, seperti polusi atau bakteri. Kerusakan yang terjadi bisa bersifat ringan hingga berat, temporer atau permanen.

Baca juga: "Cuci mata" dengan tanaman agar penglihatan nyaman selama WFH

"Walau mata kering adalah penyakit yang sering ditemui, namun sifatnya kompleks, maka penting untuk mencari tahu secara detail penyebab dan faktor risiko dari mata kering agar dapat ditangani dengan baik sehingga tidak sampai mengganggu kualitas hidup," jelas dia.

Damara mengatakan, pengobatannya memerlukan waktu yang panjang, tetapi terapi bisa dimulai dengan memodifikasi gaya hidup.

Damara mengajak masyarakat untuk menghindari gaya hidup yang bisa memicu atau memperberat mata kering, yakni menerapkan pola hidup sehat dan membatasi menatap layar gawai, tidak memakai pendingin udara secara berlebihan.

Jangan lupa menerapkan metode 20-20-20 untuk mencegah mata lelah, yakni mengistirahatkan mata selama 20 detik dengan menatap ke kejauhan yakni 20 kaki atau enam meter setiap kali menatap layar selama 20 menit.

Mata juga dapat dirawat sendiri di rumah dengan memberi kompres hangat pada kelopak mata, menjaga kebersihan kelopak mata, cukup mengonsumsi air serta mengubah kebiasaan, seperti mengatur durasi menatap layar gawai. Jika diperlukan, gunakan tetes mata yang tepat sesuai kebutuhan dan keadaan mata.

Menjaga pola hidup sehat juga langkah pencegahan yang ditekankan oleh dr. Carlinda Nekawaty, Medical Expert Combiphar. Carlinda mengingatkan dampak pola hidup tidak sehat dapat memicu sindrom metabolik yang juga berisiko mengakibatkan mata kering.

Baca juga: Dari COVID-19 lalu masuk ke mata

Sindrom metabolik merupakan sekelompok gangguan kesehatan yang terjadi secara bersamaan. Gangguan itu meliputi peningkatan tekanan darah tinggi, penumpukan lemak di perut, serta kenaikan kadar gula darah, kolesterol, dan trigliserida.

"Sindrom metabolik dapat memicu terjadinya peningkatan osmolaritas air mata, sehingga membuat lapisan air mata tidak stabil akibat produksi yang rendah atau penguapan berlebih. Jangan biarkan kondisi mata kering berkembang menjadi penyakit kronis yang parah, hal ini berakibat resisten terhadap pengobatan," kata Carlinda.

Dia memberikan beberapa kiat untuk mengurangi risiko mata kering, diantaranya membatasi konsumsi penggunaan layar karena terlalu lama menatap layar gawai cenderung membuat mata jarang berkedip. Setiap mata berkedip, lapisan air mata yang baru akan terbentuk dan tersebar merata ke seluruh permukaan mata.

Kiat berikutnya adalah mengonsumsi makanan yang mengandung asam lemak omega-3 seperti sayuran berdaun hijau, minyak zaitun, ikan, kacang-kacangan, telur dan alpukat. Langkah selanjutnya adalah aktif berolahraga untuk mengurangi lemak tubuh dan meningkatkan metabolisme. Manfaat lain dari berolahraga yaitu untuk membantu menjaga dan meningkatkan kesehatan mata sehingga mata merasa lebih baik. Meningkatkan aktivitas fisik akan membuat tubuh lebih sehat dan membantu kenyamanan mata.


Baca juga: Yoga mata beri relaksasi di tengah serbuan acara virtual

Baca juga: Agar mata tetap sehat meski terus terpapar layar gawai

Baca juga: Atasi mata minus tanpa lasik untuk anak, mungkinkah?

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021