Kepada keluarga besar Muhammadiyah Kalbar, Prof. Zainuddin Maliki mengungkapkan bahwa ia menjadi anggota DPRRI karena modal sosial bersyarikat bukan berkerumun.
Pontianak (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR RI Prof. Dr. Zainuddin Maliki,M.Si disela kunjunga kerja ke Provinsi Kalimantan Barat, menyempatkan bertemu Pimpinan Wilayah Muhammadiyah beserta keluarga besar Persyarikatan termasuk berbincang tentang ijtihad politik.

"Kunjungan Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si ke Kalbar selain kunjungan karja menjalankan tugasnya dalam bidangi pendidikan, riset, olah raga, dan kepariwisataan juga berbagi pengalaman ke keluarga besar Muhammadiyah Kalbar. Beliau adalah senator yang pernah menjadi Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur membagikan ilmu sebagai wakil rakyat yang mewakili Dapil Gresik dan Lamongan di Senayan," ujar Ketua PWM Kalbar Dr. Pabali Musa, M.Ag di Pontianak, Sabtu.

Kepada keluarga besar Muhammadiyah Kalbar, Prof. Zainuddin Maliki mengungkapkan bahwa ia menjadi anggota DPRRI karena modal sosial bersyarikat bukan berkerumun.

“Modal sosial melalui jaringan persyarikatan Muhammadiyah. Modal instruksi dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur,” ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.

Selanjutnya, Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si. mengungkapkan bahwa terjun politik merupakan jihad politiknya sebagai warga Muhammadiyah.

“Kalau untuk politik kebangsaan Muhammadiyah sangat mumpuni dan memiliki banyak tokoh serta guru bangsa yang hebat-hebat. Tetapi, untuk politik kekuasaan Muhammadiyah masih sangat minoritas.”

Menurutnya dengan menjadi anggota DPRRI ia berharap dapat mengawal gagasan politik kebangsaan Muhammadiyah dalam dunia politik.

“Sebagai representasi Muhammadiyah dapil Gresik-Lamongan saya berharap bisa menyatukan suara umat Islam di parlemen sebagai ijtihad politik kekuasaan Muhammadiyah,” jelas Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si.

Pada kesempatan itu ia juga menegaskan bahwa terjun ke dunia politik sebagai amal usaha warga Muhammadiyah dalam dunia politik. Namun dalam kebijakan organisasi, Muhammadiyah tidak bisa berpolitik karena ada peraturan dari PP Muhammadiyah untuk tidak berpolitik. Dampaknya, banyak kader yang “buka lapak” sendiri-sendiri dalam mencapai politik kekuasaan.

“Suara kita itu tidak banyak jangan disebar-sebar. Orang Muhammadiyah menjauhi politik praktis, semboyannya tidak ke mana-mana, ada di mana-mana, tetapi tidak dapat apa-apa. Hanya menunggu dikasih. Ibarat perumpamaan takut mengambil bunga hanya menunggu dikasih bunga,” katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pimpinan PP Muhammadiyah sekarang mengambil diskresi dengan menginstruksikan kader berpotensi untuk maju berpolitik. Memanfaatkan modal sosial melalui jaringan persyarikatan. Ia pun memanfaatkan diskresi tersebut dengan meminta dukungan instruksi dari PWM Jawa Timur.

Harus diakui Muhammadiyah itu mualaf dalam bidang politik. Muhammadiyah miskin dalam instrumen politik. Suara Muhammadiyah tersebar ke mana-mana untuk urusan politik kekuasaan.

"Dalam konteks politik kebangsaan Muhammadiyah sudah sangat hebat. Muhammadiyah memiliki orang hebat luar biasa dalam politik kebangsaan hari ini sebagai guru bangsa, seperti Ahmad Syafi'i Maarif, Din Syamsuddin, dan Busyro Muqoddas. Padahal, dalam konsepnya K.H. Ahmad Dahlan iman harus diikuti ilmu dan amal. Politik kebangsaan berada di wilayah iman dan ilmu, tetapi kurang dengan amal dalam politik kekuasaan," jelas dia.

Politik kekuasaan itu memerlukan gerakan masyarakat sipil untuk melawan dukungan parlemen yang minoritas dalam menyatukan suara umat Islam. Muhammadiyah masih lemah dalam politik kekuasaan sehingga kurang dapat mengawal gagasan politik kebangsaan dalam dunia politik.

“Gagasan kebangsaan Muhammadiyah itu hebat-hebat, tetapi yang mengawal untuk sampai ke politik kekuasaan itu Muhammadiyah kurang, Muhammadiyah tidak punya dukungan di parlemen,"katanya.
Baca juga: Menkes apresiasi vaksinasi lintas agama dari Muhammadiyah Kalbar
Baca juga: Muhammadiyah Kalbar-Kemenkes RI gelar vaksinasi lintas agama
Baca juga: Muhammadiyah diminta membantu percepatan desa mandiri di Kalbar

 

Pewarta: Dedi
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021