Kabupaten Mimika (ANTARA) - Pesta adat tidak hanya bermakna sebagai wahana ekspresi masyarakat, tetapi secara lebih luas festival ini menjadi ajang membangun hubungan antara penduduk asli dengan pendatang agar tercipta suatu relasi yang harmonis di antara keduanya.

Pesta adat di Mimika berlangsung setiap Oktober dengan nama 'Kamoro Kakuru' atau Pesta Kamoro.

Kegiatannya beraneka rupa, ada pertunjukan dayung, seni ukir, serta segala macam pertunjukan cara bertahan hidup di tengah hutan dan cara bertahan hidup di pesisir pantai Mimika yang biasa didiami oleh Suku Kamoro.

Pemerintah Kabupaten Mimika berencana menghidupkan kembali pesta-pesta rakyat semacam itu untuk menjadi ajang tahunan yang dapat menghidupkan pariwisata di Mimika.

Segala kekayaan adat suku yang mendiami wilayah pesisir Mimika penting disajikan lagi agar masyarakat, khususnya wisatawan mancanegara mengetahui bagaimana sebenarnya khasanah kehidupan asli Suku Kamoro yang dikenal akrab dengan 3S, yakni Sampan, Sungai, dan Sagu.

Baca juga: Kemenparekraf akan dorong kemajuan pariwisata di Papua

Festival Mangrove 2022

Johannes Rettob, Wakil Bupati Mimika mengatakan pesta adat untuk mengenalkan kekayaan budaya Suku Kamoro rencananya akan bertempat di kawasan Hutan Mangrove.

Mangrove di Mimika merupakan wilayah tempat tinggal masyarakat suku Kamoro yang perikehidupannya sangat erat dengan kondisi sumber daya alam yang ada.

Agenda tersebut, menurut Johannes, sudah diajukan kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) agar bisa dilaksanakan setahun sekali setiap Oktober.

"Kami lagi bikin satu rencana Festival Mangrove. Nah, Festival Mangrove itu sudah kami ajukan ke Kemenparekraf agar nanti bisa terus-menerus kami lakukan di bulan Oktober. Kalau Oktober sekarang belum, tapi mulai tahun depan," ujar Johannes.

Segala dukungan lintas sektor dan tokoh masyarakat, swasta, dan pemerintah, terutama dari masyarakat Mimika sangat diharapkan dalam upaya pengembangan kegiatan itu.

Agar dapat meningkatkan ekonomi masyarakat terutama yang mendiami wilayah-wilayah yang telah teridentifikasi memiliki potensi wisata yang bisa dikembangkan pemerintah Kabupaten Mimika ke depan.

Baca juga: Menparekraf ajak atlet PON XX nikmati keindahan alam Papua

Sesuai dengan nama kegiatannya, festival itu akan membawa pesan moral dan nilai-nilai kehidupan alam Mangrove yang patut untuk diketahui dunia.

Maksud Festival Mangrove menyasar masyarakat dunia adalah agar wisatawan yang terbiasa dengan gelombang modernisasi bisa merasakan pengalaman langsung berkegiatan di tengah hutan Mangrove yang sangat luas di Mimika, Papua.

Di Mimika terdapat lebih dari 274.000 hektare lebih kawasan mangrove yang penting artinya karena memberikan berbagai fungsi dan manfaat ekosistem bagi masyarakat sekitar.

Namun fokus kegiatan, kata Johannes, rencana dilaksanakan di tiga wilayah hutan Mangrove saja, yakni di Tipuka, Pomako, dan Kekwa.

Ia mengatakan Mimika sangat kaya dengan berbagai jenis tanaman Mangrove. Ada yang dimanfaatkan untuk mengusir nyamuk, memunculkan wewangian, dan lain-lain, penduduk Suku Kamoro biasanya sudah sangat memahaminya.

Sasar wisata lain

Kegiatan pesta adat itu juga diharapkan memberi kesempatan bagi Suku Kamoro dalam memamerkan kualitas seni pahatannya kepada dunia.

Suku Kamoro sangat ahli memahat kayu karena mewarisi bakat dari leluhur mereka.

Orang Kamoro yang piawai dalam mengukir, disebut maramowe, mereka membuat ukiran, selain untuk perangkat upacara adat juga untuk dijual.

Beberapa contoh karya seni ukir maramowe adalah ikon kebudayaan Suku Kamoro, seperti Wemawe (patung orang figur leluhur), Yamate (perisai), Po (dayung), Paru/Pekoro (mangkuk sagu), Eme (gendang), dan Mbitoro (totem leluhur).

Dalam menciptakan setiap karyanya, para maramowe selalu menjadikan alam, lingkungan hidup dan legenda sebagai inspirasi.

Baca juga: Warga berharap perhelatan PON XX Papua gairahkan pariwisata Merauke

Johannes yakin kalau Festival Mangrove yang akan diadakan setiap Oktober nanti akan menjadi etalase bagi karya-karya pahatan otentik Suku Kamoro yang bisa mendatangkan profit bagi mereka.

Selain pertunjukan seni ukir, masyarakat Suku Kamoro yang bermukim di sepanjang wilayah pesisir Mimika juga dikenal dengan tari-tariannya.

"Orang di sini itu pak, dengar musik sedikit sudah bisa langsung bikin gerakan. Saya juga bingung itu, kok anak-anak kecil dengar musik sudah langsung bikin gerakan. Tapi itu sebenarnya salah satu budaya yang ingin kami kembangkan di daerah Mimika," kata Johannes.

Pemerintah Kabupaten Mimika, Provinsi Papua juga mengagendakan pengembangan wisata pantai sebagai wadah rekreasi warga setempat sekaligus untuk menarik wisatawan. Salah satunya di Ipaya.

Hanya saja, kalau mau ke pantai di Mimika harus memakai perahu cepat (speed boat) dulu supaya bisa sampai.

"Tapi wisatawan ke sini harus tahu kalau pantai di Mimika memiliki pasir-pasir yang halus dan putih sekali," kata Johannes.

Akses yang sulit disebabkan karena wilayah pesisir Mimika berupa delta, sehingga datarannya sulit dilalui kendaraan biasa.

Dengan kembali digelarnya pesta atau festival adat sudah barang tentu akan ada hal positifnya khususnya untuk menggali budaya budaya suku Kamoro yang dulunya sangat terkenal di mancanegara.

Selain itu, dari sisi ekonomi masyarakat asli Kamoro dari sisi ekonomi sangat menguntungkan dan sudah barang pasti budaya Kamoro akan menjadi salah satu hiburan bagi warga dari berbagai daerah akan melihat keanekaragaman budaya khususnya Suku Kamoro.

Untuk dapat menarik banyak orang yang hadir dalam suatu acara pasti membutuhkan identitas. Oleh karena itu pelaksanaannya harus dipromosikan dan perlahan masuk ke tengah masyarakat agar acara tersebut dapat dikenal dan diingat oleh masyarakat luas.

Baca juga: KONI Pusat imbau pemangku kepentingan promosikan pariwisata Papua

Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2021