Jakarta (ANTARA) - Direktur Pencegahan Badan Nasional Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid mengapresiasi Kepala Desa Sidodadi, Lampung Selatan, Asri Didik Marhadi yang telah melaporkan adanya 30 anak muda warga di desanya terpapar ideologi Negara Islam Indonesia.

“Saya apresiasi laporan dari Kades Sidodadi Asri ini. Terima kasih pak Kades,” ujar Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis yang diterima Antara.di Jakarta, Minggu.

Ahmad Nurwakhid mengatakan hal itu terungkap setelah Kepala Desa Sidodadi Asri Didik Marhadi melaporkan keterpaparan warganya kepada dirinya di sela-sela roadshow sosialisasi pencegahan terorisme di Provinsi Lampung, Jumat (15/10) malam. Pelaporan itu diinisiasi oleh Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan.

“Ini menunjukkan perangkat desa yang peduli ke rakyatnya. Dia tidak takut, justru peduli untuk melaporkan karena masalah ini harus disampaikan untuk mencegah keterpaparan warga yang lebih meluas lagi sekaligus ‘menyembuhkan’ anak-anak yang terpapar,” katanya.

Untuk itu, mantan Kabagops Densus 88, meminta kepala-kepala desa yang lain untuk tidak takut dan melaporkan seperti yang telah dilakukan oleh Kades Sidodadi Asri ini.

“Kalau di desanya ada radikalisasi, bukan berarti perangkat desa lemah, ini virus radikalisme yang bisa menyerang siapa saja. Justru kalau didiamkan nanti bisa meledak, atau naik level jadi terorisme. Kalau itu tidak bisa ditolong lagi, otomatis bisa menimbulkan kegaduhan dan teror,” jelas Nurwakhid.

Ia mengungkapkan NII memang sudah dilarang, tapi belum ada regulasi yang melarang ideologi takfiri mereka.

Baca juga: BNPT: Umat beragama wajib taati perjanjian yang telah jadi kesepakatan

Sama juga dengan HTI yang sudah dibubarkan, tapi yang dibubarkan itu ormasnya dengan Undang-Undang (UU) Ormas No. 16 Tahun 2017, tapi ideologinya tidak dilarang sehingga mereka masih massif menyebarkan ideologi khilafah.

Menurut dia, sejauh ini ideologi yang dilarang di Indonesia baru komunisme, marxisme, dan leninisme sesuai Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 dan turunannya UU Nomor 27 Tahun 1999.

Sementara ideologi lain yang relevan mengancam ideologi Pancasila dan NKRI, belum ada larangannya seperti khilafahisme, daulahisme, liberalisme, kapitalisme, dan sekulerisme. Hal ini membuat aparat penegak hukum tidak pasti dalam bersikap.

“Misalnya kasus 56 anak muda di Garut dan 30 orang di Sidodadi Asri ini. Proses hukum tidak akan bisa, polisi paling memanggil untuk diishlahkan. Bagi perekrutnya juga tidak bisa dilakukan proses hukum ini jadi permasalahan kita bersama,” ungkapnya.

Terkait UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Nurwakhid menilai keberadaan UU itu sudah bagus, tapi belum maksimal.

Bagusnya bagi mereka yang sudah masuk jaringan teror kemudian berpotensi akan melakukan aksi teror, dan perbuatannya masuk tindak pidana teror, maka dilakukan penangkapan dengan strategi preventive justice, ditangkap dan ditindak sebelum melakukan aksi.

Ia mengungkapkan, sejak UU Nomor 5 Tahun 2018 itu diberlakukan, sampai detik ini Densus 88 sebagai eksekutor di bawah koordinasi BNPT berhasil mencegah lebih dari 1.350 upaya aksi terorisme.

Baca juga: BNPT ajak waspadai ideologi terorisme berkaitan dengan agama

UU ini juga sudah terbukti mampu mereduksi tingkat keterpaparan masyarakat dari radikalisme yang berada di puncaknya pada tahun 2017 dimana dengan skala 0-100 persen, berada di angka 55 persen.

Dengan diberlakukan UU Nomor 5 Tahun 2018, tahun 2019 turun di angka 38 persen, tahun 2020 turun lagi jadi 12,2 persen dari penduduk Indonesia 270 juta.

“Memang itu tidak sedikit. Harapan kami 12,2 persen itu kalau nanti negara melarang ideologi yang melarang semua ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, khususnya khilafah. Itu akan meminimalisir radikailsme,” katanya.

Yang pasti, kata Nurwakhid, BNPT akan menindaklanjuti temuan-temuan keterpaparan masyarakat dari radikalisme, khususnya NII di Garut dan Lampung Selatan ini, dengan melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait. BNPT juga akan terus melakukan sosialisasi ke masyarakat, bahkan sampai ke tingkat desa seperti yang dilakukan Provinsi Lampung ini.

Sementara itu, Kades Sidodadi Asri Didik Marhadi mengatakan, ia mendapat valid indikasi keterpaparan warganya dari orang yang pernah terpapar NII. Dari situ ia dan para perangkat desa langsung berkoordinasi dengan mengawasi anak-anak muda yang terpapar. Bahkan sudah ada juga yang akhirnya sadar dan keluar dari NII.

“Yang sudah terdeteksi 30 orang, tapi sepertinya lebih banyak lagi. Sehingga kami butuh bantuan dari lembaga terkait, seperti BNPT dan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini,” kata Didik.

Selain BNPT, aparat, dan pemerintah daerah, pihaknya juga minta bantuan NII Crisis Center. Pasalnya, anak-anak yang terpapar itu masih di masyarakat dan tingkah lakunya masih normal.

Saat ini, perangkat desa Sidodadi Asri terus mengawasi dan mempersempit ruang gerak mereka juga sudah koordinasi dengan NII Crisis Center. Mereka juga sudah ada yang diajak berbicara.

Baca juga: BNPT siap fasilitasi oknum tak percaya radikalisme terorisme ke lapas

Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021