Birokrasi yang ditata sedemikian rupa ternyata mampu ditembus oleh para pelaku kejahatan pertanahan, bahkan penegakan hukum dapat dipengaruhi.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil menyebutkan banyak pencapaian dalam memerangi kasus mafia tanah di Indonesia berkat kerja sama dengan kepolisian, kejaksaan, dan lembaga peradilan 2 tahun terakhir.

"Jadi, banyak (penyelesaian kasus mafia tanah) yang sudah bisa dicapai. Misalnya, kasus di Padang setelah sekian lama masyarakat disandera oleh mafia tanah sudah selesai dengan ketegasan Bapak Kapolda. Mafianya telah dipenjarakan," kata Sofyan A. Djalil dalam konferensi pers Kementerian ATR/BPN secara daring di Jakarta, Senin.

Menurut Sofyan, fakta yang disampaikan itu merupakan wujud upaya besar Kementerian ATR/BPN dalam menangani kejahatan pertanahan yang dilakukan oleh mafia tanah.

Ia menegaskan bahwa pemerintahan dan segenap aparat penegak hukum serius menangani kasus mafia hukum.

Hal senada diungkapkan pula oleh Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Hary Sudwijanto.

Menurut dia, penindakan secara optimal terhadap kasus mafia tanah tidak bisa terwujud hanya dengan kerja sama antara Kementerian ATR/BPN dan kepolisian. Dibutuhkan pula peran dari kejaksaan dan pengadilan.

Sejak 2017, Menteri ATR/BPN mulai mengidentifikasi kasus kejahatan pertanahan tidak bisa diselesaikan oleh kementerian saja. Menteri pun menginisiasi pembentukan Satuan Tugas Mafia Tanah yang bekerja sama dengan kepolisian. Selanjutnya, dibuat MoU dengan Kapolri (pada saat itu) Tito Karnavian.

Dalam pelaksanaan tugasnya, Satgas Mafia Tanah berhasil menindak beberapa kasus kejahatan pertanahan oleh mafia tanah. Namun, lanjut Hary Sudwijanto, mafia tanah memiliki beragam modus dalam kejahatan pertanahan, mulai dari pemalsuan dokumen, pendudukan lahan secara ilegal, hingga mencari legalitas di pengadilan.

Hary Sudwijanto mengatakan bahwa mereka melakukan kejahatan secara sistematis karena memahami aturan, persyaratan, bahkan prosuder pertanahan di Indonesia.

Mafia tanah mengetahui kelemahan birokrasi dalam penegakan hukum, terlebih tentang Kementerian ATR/BPN yang tidak berwenang untuk melakukan uji materi dan penindakan lebih jauh.

"Birokrasi yang ditata sedemikian rupa ternyata mampu ditembus oleh para pelaku kejahatan pertanahan, bahkan penegakan hukum dapat dipengaruhi," ucap Hary.

Dengan demikian, kerja sama antara Kementerian ATR/BPN dan kepolisian juga membutuhkan peranan kejaksaan dan pengadilan untuk menuntaskan persoalan mafia tanah.

Kementerian ATR/BPN juga melakukan upaya pencegahan secara internal dan eksternal menghadapi kasus mafia tanah. Misalnya, memperbaiki sistem secara internal melalui pembinaan dan peningkatan kemampuan SDM, meningkatkan kualitas, integritas, ataupun tanggung jawab instansi mereka dalam memberikan kepastian hukum.

Secara eksternal, lanjut dia, sosialisasi peraturan pertanahan yang baru terus diberikan kepada masyarakat, seperti mekanisme jual beli tanah sehingga tidak ada lagi korban kejahatan apalagi pelaku kejahatan itu sendiri.

Menurut Hary, dukungan masyarakat dan rekan-rekan media juga tidak kalah penting dalam menangani kasus mafia tanah.

Baca juga: IPW mendesak Polri tuntaskan kasus perampasan lahan petani KOPSA-M

Baca juga: Hakim Agung: Hadapi kasus mafia tanah harus ambil sikap afirmatif


Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021