Society 5.0 merupakan suatu paradigma untuk menjawab tantangan global, seperti makin tingginya kesenjangan sosial dan ekonomi.
Jakarta (ANTARA) - Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memandang perlu Indonesia melakukan reformasi penegakan hukum untuk dapat mencapai supremasi hukum yang berkeadilan dalam menghadapi tantangan Society 5.0.

"Bedanya dengan praktik penegakan hukum (konvensional, red.), kini di era Society 5.0 ada dukungan internet of things (IOT) dalam penegakan hukum," kata Suhartoyo ketika menyampaikan pidato kunci dalam seminar nasional bertajuk "Refleksi Penegakan Hukum Indonesia pada Era Society 5.0" yang disiarkan di kanal YouTube FKPH FH UII, dan dipantau dari Jakarta, Minggu.

Dalam 2 tahun terakhir yang selaras dengan kemunculan pandemi COVID-19, kata Suhartoyo, paradigma kehidupan yang mulanya dipengaruhi oleh Revolusi Industri 4.0, kini telah bergeser ke paradigma Society 5.0.

Paradigma Society 5.0 mengombinasikan Revolusi Industri 4.0 dengan inisiatif untuk menitikberatkan pembangunan yang berdasarkan pada nilai-nilai humanis.

"Society 5.0 merupakan suatu paradigma yang dikembangkan untuk menjawab tantangan global, seperti makin tingginya kesenjangan sosial dan ekonomi, sumber daya alam yang makin tipis, terorisme, pandemi kehidupan, pandemi ketidakpastian, dan kompleksitas pada hampir setiap tingkat kehidupan," kata Suhartoyo.

Oleh karena itu, Society 5.0 akan mengembangkan masyarakat untuk menjadi lebih terpusat pada kepentingan manusia, yakni menyeimbangkan laju ekonomi guna menghapus kesenjangan, dan penyelesaian masalah sosial dengan menggunakan sistem yang mengintegrasikan ruang siber dan ruang fisik.

Terkait dengan penegakan hukum yang lebih berorientasi pada manusia, Suhartoyo memandang perlu untuk melakukan reformasi penegakan hukum dalam beberapa aspek, yakni reformasi pada penggunaan hukum yang berkeadilan sebagai landasan pengambilan keputusan yang baik oleh aparatur negara, serta mengharuskan lembaga peradilan untuk mempertahankan prinsip independensi, imparsialitas, dan kebebasan dalam memutus perkara.

Selain itu, dia berpandangan bahwa Society 5.0 juga memerlukan reformasi penegakan hukum terkait dengan peningkatan profesionalitas aparat penegak hukum, penegakan hukum yang makin berdasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, penegakan hukum yang mengedepankan pemajuan dan perlindungan HAM, serta peningkatan partisipasi publik dan mekanisme pengawasan yang lebih efektif.

"Di sisi lain, hukum dapat pula menghambat pengembangan inovasi. Oleh karena itu, penyusunan regulasi ke depan haruslah ramah terhadap inovasi itu sendiri," kata Suhartoyo.

Baca juga: Kantor Kabinet selenggarakan Society 5.0 Expo, tampilkan teknologi Jepang

Baca juga: Wamenkes: Layanan kesehatan digital bentuk penyelarasan Society 5.0

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021