Jakarta (ANTARA) - Kementerian Dalam Negeri mempercepat terwujudnya "smart governance" dengan memanfaatkan komputasi awan, cloud, untuk Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) di 542 wilayah pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.

Selain meningkatkan agility, resiliensi, dan performa sistem mereka, Kemendagri juga dapat menyertakan 99 persen dari seluruh target provinsi mereka dalam waktu kurang dari setahun.

“Tata kelola data sangat penting bagi kami dan ada peluang nyata menggunakan data untuk mengambil kebijakan yang lebih cerdas. Sudah jelas bahwa transparansi informasi publik akan meningkatkan kepercayaan publik," kata Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Kemendagri, Asmawa Tosepu, dalam bincang daring, Kamis.

Asmawa mengatakan, tata kelola pemerintahan arahnya kepada membangun pemerintah yang transparan, akuntabel, responsif, efektif dan efisien. Dengan transparansi informasi publik, masyarakat bisa dengan mudah mengetahui seperti apa arah kebijakan pembangunan di daerah-daerah.

Penggunaan platform cloud memudahkan pemangku kepentingan seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta berbagai kementerian dan instansi untuk menarik data secara cepat dan akurat. Asmawa mengatakan, lewat platform cloud di inti infrastruktur Teknologi Informasi, pihaknya kini memiliki skalabilitas, platform dengan performa dan kapabilitas yang tinggi untuk mengeksekusi berbagai alur kerja yang lebih besar secara lebih sistematis.

"Selain itu, agility dan fleksibilitas teknologinya adalah hal-hal yang kami anggap sangat luar biasa. Kombinasi ini meningkatkan kualitas layanan publik yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi," kata Asmawa.

Sebelumnya, sulit untuk melakukan harmonisasi dengan skema dan metadata yang kapasitasnya sangat besar karena lingkungan terkotak-kotak (silo).

Belanja Teknologi Informasi yang belum saling terhubung ini memakan biaya tinggi hingga Rp12,7 triliun pada periode 2014-2016. Belum lagi standardisasi kode referensi yang berbeda-beda sehingga menyebabkan kurangnya transparansi serta tidak mampu meningkatkan kapasitas secara efektif.

Mengelola 542 wilayah pemerintahan (34 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota) di seluruh Indonesia dalam kondisi skalabilitas yang rendah merupakan hal yang sulit. Team TI kesulitan untuk menangani integrasi data, menjaga uptime dan kualitas layanan publik tetap tinggi. Kemendagri pun mendesak berbagai instansi di bawahnya untuk memastikan interoperabilitas data, dan solusi cloud yang scalable untuk memfasilitasi integrasi perencanaan, budgeting, dan reporting di semua tingkat pemerintah daerah.

Kemendagri bekerjasama dengan platform cloud Nutanix dan mengintegrasikan sistem daring ntara pemerintah pusat dan daerah terkait budgeting, procurement, purchasing, dan audit.

"Kami kini memiliki standarisasi data dan interoperabilitas antar daerah. Reporting dan budgeting sudah kami persingkat secara signifikan dengan pendekatan baru ini," kata dia.

Asmawa mengatakan, pihaknya membutuhkan platform yang bisa menangani setiap aspek pengumpulan dan manajemen big data untuk meningkatkan performa dan mendukung Satu Data Indonesia. Mereka juga membutuhkan penggunaan teknologi big data yang efektif untuk menganalisa volume, kecepatan, dan jenis data yang terus tumbuh agar bisa memperoleh pengetahuan yang lebih baik ke seluruh wilayah pemerintahan.

Pada September 2020, Peraturan Kemendagri menyatakan SIPD sudah harus dieksekusi. Di awal proyek, proyeksi implementasi diperkirakan butuh waktu lebih lama. Lewat bantuan platform cloud, sistem bisa dijalankan kurang dari 12 bulan, mulai dari pengembangan aplikasi hingga dijalankan sepenuhnya.

Ke depannya, kata Asmawa, ia berharap proyek transformasi digital seperti ini bisa menjadi contoh bagi institusi-institusi lain, terutama instansi pemerintah Indonesia.


Baca juga: Kominfo: Pentingnya pilar-pilar untuk capai transformasi digital

Baca juga: Gelar Kelas Daring, ACCI Gandeng Telkomtelstra Edukasi Cloud Computing

Baca juga: Cloud diyakini bantu bisnis lebih tangkas dan adaptif

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021