Pembangunan PLTU yang baru tidak lagi menjadi opsi kecuali yang saat ini sudah committed dan dalam tahap konstruksi
Jakarta (ANTARA) - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyampaikan pidatonya dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2021 atau dikenal sebagai COP26 di Glasgow, Skotlandia, awal November lalu, mengumumkan komitmen negaranya untuk menangani perubahan iklim dunia.

Jokowi mengatakan bahwa Indonesia akan mengembangkan ekosistem mobil listrik, membangun pembangkit listrik tenaga surya terbesar di Asia Tenggara, memanfaatkan energi baru terbarukan termasuk biofuel, serta mengembangkan industri berbasis energi bersih, termasuk membangun kawasan industri hijau terbesar di dunia di Kalimantan Utara.

Berbagi langkah dari sektor energi itu dilakukan untuk menekan laju emisi karbon yang dilepaskan ke udara.

Pemerintah Indonesia menargetkan penurunan emisi karbon di sektor energi mencapai 314 juta ton setara karbon dioksida (CO2e) hingga 398 juta ton CO2e pada 2030. Namun, angka penurunan emisi itu justru baru mencapai 64,4 juta ton CO2e pada 2020.

Dari target penurunan emisi 314 juta ton CO2e dalam sembilan tahun ke depan, porsi 56 persen berasal dari penerapan energi baru terbarukan. Artinya, pemerintah perlu bekerja keras menurunkan emisi hingga lima kali lipat agar target tersebut bisa tercapai.

Program setrum bersih yang dijalankan itu tidak hanya demi Indonesia, tetapi juga untuk dunia agar lebih baik di masa depan.

Perusahaan yang menggarap bisnis setrum di Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL untuk periode 2021-2030.

Peta jalan pengembangan dan pembangunan energi nasional itu disebut hijau karena menempatkan penambahan pembangkit setrum bersih yang mencapai 51,6 persen. Porsi ini lebih besar dibandingkan dengan penambahan pembangkit fosil yang hanya sebesar 48,4 persen.

Dari target penambahan pembangkit sebesar 40,6 gigawatt dalam waktu sembilan tahun ke depan, kapasitas pembangkit energi baru terbarukan mencapai 20,9 gigawatt dan kapasitas pembangkit energi fosil hanya sebesar 19,6 gigawatt.

Rincian tambahan 20,9 gigawatt energi baru terbarukan itu bersumber dari PLTA 10.391 megawatt, PLTP 3.355 megawatt, PLTS 4.680 megawatt, pembangkit energi baru terbarukan lain 1.487 megawatt, dan pembangkit energi baru terbarukan base load 1.010 megawatt.
 
Intalasi pembangkit listrik tenaga surya di Pulau Messah, Nusa Tenggara Timur. ANTARA/HO-PLN.


PLN menargetkan kapasitas pembangkit listrik di Indonesia bisa mencapai 99,2 gigawatt pada 2030, seiring dengan pertumbuhan instalasi baru sebesar 40,6 gigawatt yang mayoritas bersumber dari energi baru terbarukan.

Pada 2030, porsi pembangkit listrik energi baru terbarukan akan mencapai 28,87 gigawatt atau 29 persen dari total kapasitas pembangkit listrik yang ada saat ini sebesar 99,2 gigawatt.

Setrum bertenaga air menempati porsi terbesar hingga 15.565 megawatt, lalu diikuti PLTP 5.798 megawatt, PLTS 4.680 megawatt, pembangkit listrik energi terbarukan lain 1.817 megawatt, dan pembangkit energi terbarukan base load 1.010 megawatt.

Sedangkan porsi PLTU mencapai 44.726 megawatt atau 45 persen dari kapasitas total, kemudian pembangkit berbasis gas dan bahan bakar minyak sebesar 25.613 megawatt atau 26 persen juga dari kapasitas total setrum di Indonesia yang dikelola oleh PLN.

Saat ini, perseroan sedang melaksanakan program transformasi untuk mewujudkan cita-cita menjadi perusahaan listrik terbaik se-Asia Tenggara dan menjadi nomor satu pilihan pelanggan melalui strategi line, green, inovatif, dan fokus kepada konsumen.

"Kami berkomitmen untuk mencapai bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen mulai tahun 2025 dan mendukung porsi energi baru terbarukan pada rencana pembangkit baru lebih dari 50 persen," kata Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini.

Pemerintah menyatakan akan mendorong PLN untuk lebih fokus berinvestasi pada pengembangan dan penguatan sistem penyaluran tenaga listrik, serta peningkatan pelayanan konsumen.


Pensiun dini PLTU

Hingga September 2021, jumlah pelanggan PLN tercatat mencapai 81,6 juta pelanggan dengan volume penjualan listrik mencapai 189,7 terawatt jam atau tWh.

Dari total kapasitas pembangkit listrik di Indonesia yang mencapai 73 gigawatt, hampir separuh di antaranya masih didominasi pembangkit berbahan bakar batu bara dengan porsi sebesar 47 persen atau sekitar 35 gigawatt.

Dalam upaya mencapai target penurunan emisi karbon, Indonesia berkomitmen akan menghentikan pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU secara bertahap.

Menteri ESDM Arifin menegaskan pembangunan PLTU batu bara tidak lagi menjadi opsi mengingat arah kebijakan energi nasional saat ini adalah transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan.

"Pembangunan PLTU yang baru tidak lagi menjadi opsi kecuali yang saat ini sudah committed dan dalam tahap konstruksi. Hal ini juga untuk membuka peluang dan ruang cukup besar untuk pengembangan energi baru terbarukan," kata Arifin.
 
Pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara. ANTARA/HO-PLN.


Mulai tahun 2026 hingga 2030, pemerintah Indonesia menyatakan secara tegas tidak ada tambahan proyek baru PLTU karena kapasitas hanya berasal dari proyek yang sedang dibangun dan proyek yang sudah menandatangani kontrak sebelumnya.

Selanjutnya pada 2036 sampai 2040 akan menjadi tahap kedua penghentian PLTU termasuk subcritical, critical, dan sebagian supercritical.

Adapun selama 2051 hingga 2060 akan menjadi periode terakhir untuk penghentian PLTU dan mengembangkan hidrogen untuk listrik secara besar-besaran.

Dalam percepatan penambahan pembangkit sebesar 40,6 gigawatt selama satu dekade ke depan, pemerintah akan membuka peran perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk pengembangan pembangkit berbasis energi baru terbarukan.

Institute for Essential Service Reform (IESR) menyarankan pemerintah menyiapkan peta jalan transisi batu bara seiring komitmen Indonesia untuk menghentikan PLTU dengan kapasitas 9,6 gigawatt sebelum tahun 2030.

IESR memandang pensiun dini PLTU batu bara merupakan langkah progresif untuk upaya dekarbonisasi sistem energi Indonesia, sehingga keterbukaan pemerintah Indonesia perlu diapresiasi terkait program transisi energi melalui pengurangan PLTU batu bara secara bertahap.

Namun, menurut hitungan IESR, untuk mengejar target Persetujuan Paris dan menahan kenaikan temperatur rata-rata global di bawah 1,5 celcius ada sekitar 10,5 gigawatt PLTU batu bara yang perlu dipensiunkan sebelum 2030.

Manager Program Transformasi IESR Deon Arinaldo mengatakan ada selisih 1,2 gigawatt listrik dari PLTU yang perlu dipensiunkan, ini bisa ditargetkan mencakup pembangkit milik swasta yang berada di luar wilayah usaha PLN.


Investasi Besar

Kebutuhan investasi energi baru terbarukan yang tertuang dalam peta jalan pemerintah Indonesia memerlukan modal yang tidak sedikit.

Pada 2021-2030, nilai investasi yang diperhitungkan sekitar Rp500 triliun untuk membangun pembangkit setrum bersih sebesar 20,9 gigawatt. Jumlah itu akan meningkatkan bauran energi baru terbarukan sebesar 51 persen dari total kapasitas pembangkit listrik di Indonesia.

Sedangkan untuk mengejar target bauran energi baru terbarukan 100 persen pada 2060, Indonesia diproyeksikan membutuhkan investasi sebanyak Rp10.000 triliun.

Perhitungan kebutuhan investasi ini dapat berubah karena mengikuti nilai keekonomian dari komponen energi baru terbarukan, seperti harga komponen PLTS dan baterai yang terus turun dari waktu ke waktu seiring produksi yang kian masif.
 
Pekerja beraktivitas di kawasan PLTA Rajamandala. (ANTARA/Sugiharto Purnama)


Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki sumber daya baru dan terbarukan yang melimpah, terutama surya diikuti oleh air, bioenergi, angin, panas bumi, dan lautan dengan total potensi 648,3 gigawatt, termasuk potensi uranium untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.

Saat ini, total potensi sumber daya energi baru terbarukan yang telah dimanfaatkan hanya sebesar 2,0 persen.

Kondisi tersebut tentu membuat potensi bisnis setrum bersih di Indonesia masih terbuka lebar mengingat banyak sumber energi bersih yang perlu dimanfaatkan secara optimal.

Indonesia optimistis dapat meraih investasi dan mewujudkan porsi 100 persen setrum bersih di masa depan demi kemajuan peradaban manusia yang berlandaskan prinsip-prinsip pembangunan berwawasan lingkungan.

Baca juga: Presiden Jokowi: Transisi energi tidak dapat ditunda lagi
Baca juga: PLN kejar target uji coba "co-firing" PLTU biomassa
Baca juga: COP26 dinilai membawa kemajuan bagi upaya transisi energi di Indonesia

 

Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021