Jakarta (ANTARA) - Pengamat Politik Universitas Paramadina Jakarta Ahmad Khoirul Umam menilai kebijakan publik dari pemerintah terkait penanggulangan pandemi di Indonesia belum dikomunikasikan secara baik kepada masyarakat, mulai dari pendeteksian hingga penanganan bagi yang terpapar COVID-19.

"Oleh karena itu, sejumlah kebijakan-kebijakan itu seolah-olah membuat masyarakat bingung dan tidak terjelaskan secara baik," ujar Ahmad Khoirul Umam.

Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam diskusi Twitter Spaces Forum Ekonomi Politik Didik J. Rachbini bertajuk "Pandemi & Kebijakan: Evaluasi 2021" dipantau dari Jakarta, Rabu.

Selain persoalan komunikasi, lanjut Khoirul Umam, kebingungan yang muncul terkait tindakan penanggulangan pandemi bisa pula disebabkan oleh tingkat literasi masyarakat Indonesia yang rendah, seperti pengetahuan saat menghadapi situasi terpapar COVID-19.

Kemudian, ia juga menyoroti persoalan struktur belanja pemerintah selama pandemi yang perlu dievaluasi.

Baca juga: Pengamat kebijakan publik sebut wabah COVID-19 ancam narapidana

Baca juga: KKP beberkan kebijakan permudah izin dan layanan publik saat pandemi


Menurut Khoirul Umam, struktur belanja pemerintah Indonesia belum sesuai dengan komitmen untuk menanggulangi pandemi, termasuk dampak-dampak negatif yang muncul.

Menurutnya di tahun 2020, kondisi pandemi membuat sektor ekonomi, kesehatan, dan sosial di Indonesia mengalami destruksi.

Namun pada tahun 2020, tambah Khoirul Umam, struktur belanja pemerintah tidak merepresentasikan pengelolaan anggaran untuk membangun kembali sektor-sektor yang mengalami destruksi itu.

Ia menilai pemerintah cenderung mengeluarkan lebih banyak anggaran untuk pembangunan infrastruktur.

"Tetapi kalau kita lihat struktur belanja pemerintah di tahun 2021, itu anggaran untuk kesehatan terpaut jauh dibandingkan anggaran untuk infrastruktur," ujarnya.

Baca juga: Penjualan secara daring di luar Jawa meningkat selama pandemi

Dia menjelaskan struktur belanja pemerintah di sektor infrastruktur per 2021 mencapai 414 triliun rupiah, sedangkan di sektor kesehatan hanya 169 triliun rupiah.

Fakta tersebut, lanjut Khoirul Umam, dapat mengindikasikan ketidakcocokan tindakan pemerintah dengan komitmen kebijakan publik terkait penanggulangan pandemi.

Dengan demikian, persoalan-persoalan tersebut sudah sepatutnya dievaluasi dan diperbaiki, terlebih untuk menghadapi gelombang ketiga COVID-19 yang diprediksi akan segera tiba.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021