Penyaluran pupuk bersubsidi menjadi hal yang perlu diperhatikan.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyampaikan temuan pihaknya terkait ketidakefektifan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani.

“Penyaluran pupuk bersubsidi menjadi hal yang perlu diperhatikan, mengingat pupuk bersubsidi sebagai barang dalam pengawasan sekaligus sebagai barang publik. Sehingga, dalam penyalurannya harus selaras dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik,” kata Yeka Hendra secara virtual, di Jakarta, Selasa.

Beberapa hasil temuan ini terdiri dari enam catatan, yakni petani yang terdapat dalam Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (e-RDKK) tidak mengetahui jatah alokasi pupuk bersubsidi yang diterimanya.

Kedua, hanya terdapat 8,79 persen petani menggunakan Kartu Tani yang menandakan ketidakefektifan kartu tersebut.

Bagi petani yang tak memiliki kartu, ujarnya, diterapkan sejumlah prosedur yang dinilai rumit bagi petani.
Baca juga: Ombudsman sebut perlu perbaikan kriteria petani penerima pupuk subsidi
Baca juga: Ombudsman catat potensi maladministrasi tata kelola pupuk bersubsidi


Selanjutnya, secara fakta sebagian besar pupuk bersubsidi ditebus secara kolektif, padahal sudah diatur mekanisme bahwa penebusan pupuk bersubsidi oleh individu petani.

Keempat, Yeka menyatakan masih adanya praktik penjualan pupuk bersubsidi di atas harga eceran tertinggi dan praktik bundling dengan pupuk nonsubsidi. Lalu, tak terdapat ketersediaan stok minimum pupuk bersubsidi di gudang distributor dan pengecer.

Terakhir ialah rumitnya dokumen pelaporan yang perlu dipenuhi oleh pengecer setiap bulan.

Menyikapi fenomena ini, Ombudsman menyarankan agar dibangun sebuah sistem informasi tentang ketersediaan stok di setiap gudang distributor dan pengecer yang dapat diakses oleh publik.

Selain itu, menempatkan PT Pupuk Indonesia sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas pelepasan pupuk subsidi ke petani di tingkat pengecer

“Oleh karena itu administrasi pupuk bersubsidi perlu disederhanakan. Diperlukan integrasi data antara PHC (Petani Hortikultura Cilacap), Bank Himbara, dan Kementerian Pertanian, terutama data lokasi penerima pupuk subsidi,” ujar Yeka.

Ombudsman juga menyatakan agar pengambilan pupuk bersubsidi dari pengecer dapat dilakukan oleh individu atau kelompok tani serta penggunaan Kartu Tani tidak boleh dipaksakan atau hanya diprioritaskan kepada wilayah yang telah siap. Kriterianya, antara lain memiliki kesadaran digital tinggi, jaringan internet memadai, ketersediaan perangkat penunjang medis yang berfungsi dengan baik, dan sistem yang mempermudah untuk mengatasi kerusakan Kartu Tani dan mesin edisi.
Baca juga: Ombudsman: Akses petani untuk dapatkan pupuk subsidi sangat terbatas
Baca juga: Ombudsman: Akurasi pendataan penerima pupuk subsidi perlu diperbaiki


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021