Muara Teweh (ANTARA News) - Populasi macan dahan Kalimantan (neofelis nebulosa) yang hidup dari pohon ke pohon di dalam hutan lebat di wilayah Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah (Kalteng), terancam karena kegiatan pembukaan lahan.

"Habitat satwa langka ini sudah tergusur akibat hutan yang menjadi tempat tinggalnya dijadikan kawasan perkebunan, kegiatan perusahaan kayu dan pertambangan," kata Kepala Kantor Seksi Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah IV Muara Teweh, Yusuf Trismanto, di Muara Teweh, Kamis.

Populasi macan dahan di kabupaten pedalaman Sungai Barito ini dilaporkan warga ada di kawasan perkebunan kelapa sawit PT Antang Ganda Utama terutama di wilayah kebun kemitraan di Desa Rarawa Kecamatan Gunung Timang.

Selain itu juga teridentifikasi di kawasan perkebunan sawit PT Berjaya Agro Kalimantan dan kawasan Cagar Alam Pararawen wilayah Desa Lemo dan Pendreh Kecamatan Teweh Tengah.

"Secara ekologi keberadaan macan dahan di daerah ini memang ada, namun sulit ditemukan," katanya.

Yusuf menjelaskan, sejumlah penduduk di kawasan Desa Rarawa sering bertemu dengan macan dahan, namun hanya dalam waktu singkat karena binatang itu cepat menghilang ke dalam hutan.

Kemunculannya di dekat kawasan rumah warga itu hanya untuk mencari makan yang biasa menjadi santapannya hewan ternak di antaranya, kambing, babi dan lainnya milik masyarakat setempat.

"Mungkin karena kelaparan tidak menemukan binatang lain yang biasa menjadi santapannya sehingga macan dahan yang selalu hidup diatas pohon itu harus turun ke tanah guna mencari makanan," katanya.

Yusuf mengatakan, munculnya satwa yang dilindungi ini ke kawasan pemukiman masyarakat karena mencari makanan seperti hewan ternak warga seperti terjadi pada tanggal 3 Mei 2011 di Kelurahan Tumpung Laung I Kecamatan Montallat.

Karena dekat kawasan rumah warga sehingga masyarakat setempat resah dan ketakutan kalau menjadi mangsa macan dahan sehingga pendudukan meminta bantuan aparat kecamatan dan kepolisian dengan menembak hingga binatang itu tewas.

"Polisi menembak satwa itu karena dikhawatirkan mengancam keselamatan ternak dan warga setempat," katanya.

Dia menyatakan, guna menghindari kepunahan satwa tersebut kalau kembali muncul di pemukiman penduduk dan tidak terulang lagi pembunuhan terhadap macan dahan untuk segera melaporkan kepada KSDA Muara Teweh.

Pihaknya mengimbau masyarakat jika satwa itu muncul cukup menghalau, karena binatang itu pasti lari sebab mereka ini takut pada manusia atau memberitahukan kepada KSDA.

"Kami punya tim rescue terlatih untuk menangkap satwa liar itu guna di relokasi ke lokasi habitatnya, selain itu punya mitra yakni lembaga perlindungan satwa di Dusun Pararawen, Kecamatan Teweh Tengah," kata Yusuf.

Yusuf menilai, kalau memang binatang itu terancam habitatnya, maka bukan berarti akibat perburuan atau dibunuh karena selama ini macan dahan sulit ditemukan dan keberadaannya tidak terlacak.

"Kalau binatang itu terancam punah, tidak disebabkan perburuan karena selama ini hampir tidak pernah terdengar orang menemukan binatang tersebut lalu membunuhnya, kecuali yang terjadi di Kecamatan Montallat tersebut," jelas Yusuf.

Hewan itu, menurut dia, sangat langka karena biasanya hanya ditemukan jejak atau laporan petugas dan warga yang pernah melihatnya.

Data terakhir, katanya, pada Juni 2008 seseorang bernama Suta (40) yang warga RT 05 Desa Butong berhasil menangkap seekor macan dahan jantan berukuran sebesar kambing dengan panjang tubuh sekitar satu meter lebih dan taring 10 sentimeter.

Satwa bercorak awan (bulat-bulat) warna abu-abu itu kena perangkap jebakan (jipah) babi di sekitar tempat tinggal Sata.

Namun, ia mengemukakan, tiga hari kemudian macan dahan itu lepas dengan merusak sejumlah papan yang berfungsi sebagai kurungan sementara di bawah rumah Sata di dekat SDN-1 Butong, sebelum dibuat dengan bahan baku kawat dan besi.

Binatang itu hilang tanpa diketahui keberadaannya lagi, namun ia menambahkan, saat ditangkap macan dahan tersebut sempat diabadikan melalui foto kamera telepon seluler.
(T.K009/N005)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011