Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 disadari atau tidak memperburuk prevalensi kekerdilan (stunting) di tanah air, menjadikan Indonesia dalam ancaman penurunan kualitas sumber daya manusia dalam beberapa generasi ke depan.

Stunting merupakan masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang, sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak.

Kondisi yang memprihatinkan tersebut terjadi di berbagai wilayah di tanah air, salah satunya di Cianjur Provinsi Jawa Barat.

Angka kejadian stunting di Cianjur masih relatif tinggi, yakni 27,5 persen, menurut data Riset Dasar Kesehatan pada 2019. Namun, ada perbedaan data di tingkat lokal.

Tak hanya di satu wilayah tersebut, angka stunting yang meningkat ditemui di banyak provinsi yang lain.

Merespons hal itu Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma'ruf Amin menuturkan bahwa saat ini satu dari tiga balita Indonesia mengalami stunting. Menurutnya masalah stunting ini bukan semata-mata persoalan bangsa di masa sekarang saja, tetapi juga menyangkut masa depan karena anak-anak adalah generasi penerus bangsa.

Anak-anak adalah masa depan bangsa ini dan nyaris sulit bagi bangsa ini untuk bisa mencapai visi Indonesia Emas Tahun 2045 kalau modal dasarnya, yaitu anak-anak bangsa mengalami stunting, terganggu perkembangan kognitif dan kesehatannya.

Maka, Wapres pun menekankan kembali bahwa pemerintah sangat serius mengupayakan penurunan angka prevalensi stunting. Dalam hal ini komitmen pemerintah tidak pernah kendur.

Terkait hal ini, Wapres mengatakan bahwa pada Agustus 2021 yang lalu, Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 72 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Substansinya mengadopsi Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018-2024.

Target Pemerintah sangat jelas yakni ingin menurunkan prevalensi stunting hingga 14 persen pada tahun 2024. Pada tahun 2030, sesuai dengan target Sustainable Development Goals (SDGs) yang diharap prevalensi stunting sudah 0 di negeri ini.

Untuk itu, Wapres mengajak seluruh pihak terkait untuk mulai berinvestasi pada intervensi gizi sejak saat ini. Ia pun meyakinkan bahwa investasi gizi ini adalah kunci yang akan membentuk masa depan bangsa.

Ia mengatakan setiap satu dolar yang diinvestasikan pada program gizi, dapat menghasilkan keuntungan berpuluh kali lipat. Sebaliknya, studi Bank Dunia menunjukkan bahwa kerugian akibat stunting dan kekurangan gizi akan berdampak pada pengurangan sedikitnya 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) sebuah negara.

Baca juga: BKKBN minta masyarakat pentingkan prakonsepsi dibanding "pre-wedding"

Baca juga: BKKBN sebut tim pendamping keluarga bantu cegah stunting


Banyak pihak

Wapres mengingatkan bahwa upaya pemberantasan stunting tidak bisa hanya dilakukan oleh satu lembaga saja, atau hanya dari unsur pemerintah pusat saja.

Upaya penurunan stunting membutuhkan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan desa/kelurahan, akademisi, media, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra pembangunan.

Sejumlah pihak memang sudah mulai memberikan perhatian yang besar terhadap persoalan ini di antaranya HaloPuan sebuah lembaga sosial yang diinisiasi politisi PDI Perjuangan Puan Maharani yang telah menjelajahi sebelas wilayah di Jawa Barat untuk menggaungkan Gerakan Melawan Stunting.

Beberapa titik di Jawa Barat misalnya Desa Ciherang, Kecamatan Karangtengah, memang diakui menjadi salah satu kantong yang rentan kasus stunting.

Dinkes Cianjur mencatat 6,61 persen balita mengalami stunting pada 2019 dan 6,3 persen pada 2020. Angka tersebut menurun cukup baik menjadi 4,34 persen pada 2021, atau sekitar 7.987 balita.

Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, Puskesmas Ciherang, dan Desa Ciherang sudah menyatakan komitmennya untuk mendukung aktif Gerakan Melawan Stunting. Dinkes Cianjur dan Puskesmas Ciherang pun mempersiapkan warga berdasarkan data yang menjadi sasaran Gerakan ini mencakup ibu hamil, ibu menyusui, balita stunting, ibu usia subur, dan kader posyandu.

Cianjur masih menjadi lokus penanganan stunting di tingkat pusat. Di tingkat daerah pun, ada puluhan desa yang masih menjadi lokus penanganan stunting, termasuk Desa Ciherang yang menjadi lokasi kegiatan Gerakan Melawan Stunting.

Di Ciherang, menurut data Puskesmas Ciherang, ada 70 balita stunting dari 700-an balita yang diukur. Sekitar 40 balita di antaranya menghadiri Gerakan Melawan Stunting.

Sasaran Gerakan Melawan Stunting bukan hanya balita yang mengalami stunting, tapi termasuk juga ibu hamil, ibu menyusui, dan bahkan ibu usia subur. Ini karena stunting hanya bisa dicegah jika ada kesadaran warga, baik kaum ibu maupun bapak, terkait asupan gizi anak dalam periode 1.000 hari pertama kehidupan.

Koordinator relawan HaloPuan, Poppy Astari, mengatakan berapapun angka stunting, bahkan jika hanya satu anak yang stunting, semua pihak harus tetap waspada dengan stunting.

Poppy juga menjelaskan bahwa stunting bukan hanya persoalan kondisi tubuh balita yang pendek atau sangat pendek. Lebih daripada itu, stunting dalam jangka panjang bisa berdampak pada kecerdasan anak dan performa kerja saat dewasa.

Stunting bisa membuat bonus demografi yang akan diperoleh Indonesia pada 2045 menjadi bencana.

Pada 2045, sebagian besar populasi di Indonesia adalah mereka yang berusia produktif (15-60 tahun). Jika balita pada saat ini mengalami stunting, maka populasi usia produktif pada 24 tahun mendatang hanya akan menjadi beban dan bukan berkah.

Poppy juga menjelaskan pihaknya hadir dengan membawa gagasan menjadikan bubuk daun kelor sebagai alternatif makanan tambahan super bagi kaum ibu dan balita. Gagasan ini digali dari kekayaan alam di Tanah Air dan kearifan lokal.

Di Flores Timur, pemanfaatan bubuk daun kelor sudah berhasil menurunkan angka stunting dari 40 persen pada 2017 menjadi 20 persen pada 2020. Kelor juga telah diakui Badan Kesehatan Dunia WHO sebagai asupan super karena kaya akan mikronutrisi, protein, dan karbohidrat.

Sementara itu, Kades Sarip dan Camat Djoko mengapresiasi Gerakan Melawan Stunting di wilayah mereka.

Kabid Kesehatan Masyarakat Teny juga menjelaskan bahwa stunting tak hanya berdampak pada tinggi tubuh anak, tapi juga perkembangan otak. Kondisi stunting bisa mengganggu proses percabangan otak, sehingga kognisi anak sulit berkembang.

Sekitar 150 warga, baik itu ibu hamil, ibu menyusui, balita stunting, ibu usia subur, maupun kader posyandu memenuhi Aula Desa Ciherang untuk menyimak penyuluhan bahaya stunting dan sosialisasi manfaat daun kelor. Penghargaan untuk posyandu-posyandu terbaik dalam penanganan stunting juga diberikan.

Kegiatan kemudian diakhiri dengan pembagian paket makanan tambahan kepada peserta. Paket termasuk 400 gram bubuk daun kelor sebagai bahan pangan yang diketahui sebagai superfood karena kandungan gizinya yang tinggi.

Dengan semakin banyaknya pihak yang peduli maka diharapkan angka stunting di Indonesia dapat diturunkan dan ditangani agar bonus demografi bangsa ini tidak menjadi bencana melainkan peluang untuk mendongkrak kemajuan bangsa.*

Baca juga: Humaniora kemarin, Omicron di Wisma Atlet hingga penyebab stunting

Baca juga: Baznas temukan kasus stunting di antara anak-anak terdampak Semeru

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021