harus ada regulasi payung hukum seperti RUU TPKS
Jakarta (ANTARA) - Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar mengatakan bahwa RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) harus berpihak pada korban.

"Keberadaan RUU TPKS sangat dibutuhkan sebagai regulasi yang mengatur penanganan kasus kekerasan seksual yang memihak pada korban dan mengutamakan pemulihan korban," kata Nahar dalam webinar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia yang diikuti secara daring di Jakarta, Sabtu.

Ia mengatakan, dalam penanganan kasus kekerasan seksual selama ini harus dilengkapi dengan keterangan saksi.

"Keterangan korban tidak dianggap sebagai kesaksian kan jadi persoalan tersendiri ya. Sudah jadi korban, memberikan keterangan tidak dianggap keterangan saksi lagi," paparnya.

Baca juga: Komnas Perempuan sesalkan RUU TPKS tak ditetapkan di Paripurna DPR RI
Baca juga: Kowani: RUU TPKS refleksi kasus kekerasan seksual yang memprihatinkan

Oleh karena itu maka ke depan, ia menegaskan, regulasinya harus benar-benar berpihak pada korban.

"Ini upaya-upaya yang dilakukan dan memang harus ada regulasi payung hukum seperti RUU TPKS sehingga kepentingan-kepentingan korban terwakili," kata Nahar.

RUU ini diharapkan dapat mewujudkan perlindungan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual dan upaya memutus keberulangan di tengah-tengah kondisi darurat kekerasan seksual.

RUU TPKS diusulkan sejak 2016, namun karena terjadi pergulatan dan kekuatan yang tidak seimbang di DPR RI, maka RUU TPKS sempat mengambang hingga akhirnya masuk kembali Prolegnas pada Januari 2021.

Namun selanjutnya RUU RUU TPKS belum ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR dalam Sidang Paripurna DPR yang diselenggarakan pada Kamis (16/12).

Baca juga: Baleg DPR kecewa RUU TPKS tak masuk paripurna

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021