Memaksa Indonesia untuk zero deforestation di 2030, jelas tidak adil
Jakarta (ANTARA) - Pidato Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim COP-26 yang digelar di Inggris pada November lalu menandai langkah progresif Indonesia untuk mencapai target iklimnya.

Menggunakan jas hitam dan dasi merah, Presiden Joko Widodo pada 1 November 2021 di hadapan banyak pemimpin negara lain menjabarkan capaian Indonesia dalam penanganan perubahan iklim termasuk penurunan signifikan laju deforestasi dan kebakaran hutan.

Tidak hanya itu, Presiden juga menyampaikan ambisi Indonesia untuk melakukan berbagai langkah demi mencapai target yang telah ditulis dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah diperbarui.

Salah satu yang paling ambisius adalah penyerapan bersih atau net sink karbon di sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain (forestry and other land use/FoLU) pada 2030. Dengan realisasi emisi nol bersih diharapkan tercapai pada 2060 atau dapat lebih awal.

Dalam dokumen NDC Indonesia, telah tertuang target pengurangan emisi gas rumah kaca adalah 29 persen pada 2030 dengan usaha sendiri. Sementara target dengan dukungan internasional, diharapkan dapat mencapai pengurangan 41 persen pada 2030.

Dari target tersebut, sektor FoLU memiliki target reduksi terbesar yaitu 17,2 persen dengan usaha sendiri dan 24,1 persen jika terdapat dukungan internasional. Sisanya berasal dari energi (11 persen dan 15,5 persen), limbah (0,38 persen dan 1,4 persen), pertanian (0,32 persen dan 0,13 persen) serta industri dan penggunaan produk atau IPPU (0,10 persen dan 0,11 persen).

Namun, ditegaskan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya bahwa target Net Sink 2030 itu adalah untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca dan bukan berarti nol deforestasi.

"Oleh karena itu pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi," ujar Menteri LHK Siti.

Siti menegaskan bahwa pembangunan yang dilakukan pemerintah harus seiring sejalan dengan kebijakan untuk menurunkan deforestasi dan emisi. Harus ada keseimbangan.

Tidak hanya itu, Siti mengatakan menolak penggunaan terminologi deforestasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Dia memberikan contoh bahwa di Eropa, sebatang pohon yang dipotong hal itu mungkin masuk dalam kategori dan dinilai sebagai deforestasi.

Hal itu tentu berbeda dengan kondisi di Indonesia.

"Memaksa Indonesia untuk zero deforestation di 2030, jelas tidak tepat dan tidak adil. Karena setiap negara memiliki masalah-masalah kunci sendiri dan dinaungi Undang-Undang Dasar untuk melindungi rakyatnya," tegas Siti.

Siti menegaskan sesuai arahan Presiden Joko Widodo, bahwa Indonesia menjanjikan yang bisa dikerjakan dan tidak hanya retorika.

Baca juga: APHI siap dukung pencapaian target Net Sink FoLU

Baca juga: Kolaborasi dengan komunitas lokal penting capai FoLU Net Sink 2030



Capaian FoLU

Dalam sektor FoLU, selama beberapa tahun terakhir Indonesia sudah menorehkan banyak capaian seperti pada periode 2019-2020 telah berhasil mengurangi deforestasi sebesar 70 persen atau setara 115.000 hektare. Angka itu jauh menurun dibandingkan tahun sebelumnya.

Deforestasi bruto Indonesia dari hasil pemantauan citra 2019-2020 mencapai 119.091 hektare yang diiringi juga reforestasi seluas 3.631 hektare. Hal itu menjadikan total deforestasi di Indonesia dalam periode itu adalah 115.459 hektare.

Saat ini luas tutupan hutan di Indonesia mencapai 95,6 juta hektare atau sekitar 51 persen dari total luas daratan Indonesia.

Data KLHK per 2020, dari 95,6 juta hektare total luasan hutan sekitar 46,9 juta hektare adalah hutan primer, 43,1 juta hektare hutan sekunder dan 5,4 juta hektare hutan tanaman. Sementara luas lahan non-hutan adalah sekitar 92,1 juta hektare.

Dari sisi kebakaran hutan dan lahan, terjadi penurunan luas areal yang terbakar dalam beberapa tahun terakhir. Dibandingkan kebakaran pada 2015 dan 2019, yang masing-masing terjadi di lahan seluas 2,6 juta dan 1,6 juta hektare.

Sementara sampai November 2021 terjadi kebakaran hutan di lahan mencapai 353.222 hektare. Jumlah itu memperlihatkan sedikit penambahan dibandingkan 2020 yang luasnya 296.942 hektare.

Tidak hanya itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga sudah menerbitkan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Perizinan Berusaha (PIPPIB) 2021 periode kedua adalah seluas 66.139.183 hektare. KLHK juga sudah menyampaikan komitmen untuk menghentikan perizinan baru perkebunan sawit di kawasan hutan.

KLHK telah melakukan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) vegetatif pada 2021 di lahan seluas 203.386,58 hektare.

Rincian dari kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan vegetatif atau berupa pembuatan tanaman yaitu rehabilitasi hutan di lahan seluas 46.752 hektare dan rehabilitasi mangrove bersama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) di 35.881 hektare.

Sementara rehabilitasi lahan dilakukan di lahan seluas total 67.138,73 hektare, rehabilitasi DAS 11.709,85 hektare dan yang dilakukan pemerintah daerah dengan menggunakan dana alokasi khusus (DAK) serta APBD di lahan dengan akumulasi luas 41.905 hektare.

Baca juga: Perhutanan sosial dan masyarakat adat berperan pada FoLU Net Sink 2030

Baca juga: KLHK: PIPPIB salah satu strategi Indonesia capai FoLU Net Sink 2030


Strategi

Mencapai target FolU Net Sink 2030, Indonesia telah memiliki beberapa strategi dengan Wakil Menteri LHK Alue Dohong mengatakan salah satunya adalah dengan melakukan mitigasi deforestasi dan degradasi hutan melalui kebijakan PIPPIB.

Merujuk pada Inpres Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, hal itu memperlihatkan penguatan dari kebijakan moratorium menjadi ke penghentian permanen untuk mengurangi emisi secara lebih intensif.

Wamen LHK Alue juga merujuk bagaimana pada periode 2019-2020, Indonesia telah berhasil mengurangi deforestasi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Keberhasilan itu merupakan pencapaian penting mencapai target NDC Indonesia.

"Pencapaian itu merupakan salah satu bukti keberhasilan implementasi kebijakan PIPPIB ini," jelasnya.

Selain mitigasi deforestasi dan kebakaran hutan, pemerintah juga mendorong keterlibatan masyarakat yang semakin besar untuk mencapai target iklim yaitu melalui Program Kampung Iklim (Proklim).

Capaian dan target lokasi Proklim sampai dengan 2021 dari 83.932 desa/kelurahan, Proklim telah terdaftar sebanyak 3.270 desa. Selanjutnya KLHK menargetkan partisipasi sekitar 5.000 desa pada 2022, 6.000 desa pada 2023 dan target 5.370 desa di tahun berikutnya, sehingga akan mencakup sekitar 20.000 desa pada 2024.

Keterlibatan masyarakat juga dilakukan dalam pemanfaatan hutan yang lestari dan berkelanjutan dalam skema perhutanan sosial yang sampai 13 Desember 2021 telah direalisasikan di lahan seluas 4,8 juta hektare yang melibatkan sekitar 1.048.771 kepala keluarga.

Semua langkah itu dilakukan, menurut Wamen LHK Alue, tidak hanya untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup dan mengurangi emisi Indonesia tapi juga untuk komunitas global yang juga terdampak perubahan iklim dan kenaikan suhu planet.

Baca juga: ICRAF: Agroforestri salah satu upaya capai FoLU Net Sink 2030

Baca juga: Wamen LHK: Pencapaian FoLU Net Sink 2030 juga untuk komunitas global

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021