Jakarta (ANTARA) - Mantan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena kontrak kerjanya diberhentikan setelah BPPT bergabung ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Mantan PPNPN BPPT yang tergabung dalam Paguyuban PPNPN BPPT itu meminta agar dapat kembali dipekerjakan oleh BRIN.

"Kita di masa pandemi seperti ini tentunya sangat keberatan sekali dengan adanya pemutusan kontrak kerja kita," kata salah satu mantan PPNPN BPPT, Rudi Jaya (45), di Kantor Komnas HAM di Jakarta, Rabu.

Paguyuban PPNPN BPPT yang datang ke Komnas HAM diwakili oleh sejumlah orang antara lain Juru Bicara Paguyuban PPNPN BPPT Andika (37) dan Sekretaris Paguyuban PPNPN BPPT Rudi Jaya.


Baca juga: Pegawai LBM Eijkman akan diintegrasikan ke BRIN

Baca juga: 11.418 pegawai sejumlah instansi dialihkan ke BRIN


Rudi sudah bekerja di BPPT selama 16 tahun, dan Andika sudah bekerja selama tujuh tahun. Saat mengalami pemberhentian kontrak kerja, Rudi bekerja di Balai Bioteknologi BPPT, sedangkan Andika bekerja sebagai teknisi sarana dan prasarana di Balai Teknologi Survei Kelautan (Teksurla) BPPT.

Rudi merupakan lulusan SMA dan Andika merupakan lulusan S1, sedangkan syarat diterima BRIN sebagai aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) adalah lulusan S3. Sementara pegawai negeri sipil (PNS) di BPPT dilanjutkan menjadi PNS BRIN.

Rudi menuturkan hanya satu keinginan dan harapan para mantan PPNPN BPPT kepada BRIN, yakni bekerja kembali karena pekerjaan mereka saat di BPPT merupakan mata pencaharian atau sumber pendapatan mereka untuk terus melangsungkan kehidupan dan membiayai kebutuhan keluarga.

"Kita hanya minta dipekerjakan kembali," ujar pria yang tinggal di Tangerang Selatan, Provinsi Banten itu.

Ia mengaku merasa kesulitan dan kebingungan ketika terjadi pemutusan kontrak kerja di tengah kondisi pandemi COVID-19 karena tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan di saat pandemi dengan umur yang juga sudah di 40-an tahun.

"Kita bingung sekarang mau seperti apa, kita mau usaha juga dalam masa pandemi, kita mau kerja lagi juga kita mentok di umur, akhirnya pilihan kita kita hanya menuntut dikaryakan kembali," katanya.

Ia berharap ada solusi terbaik terkait kelanjutan nasib eks PPNPN BPPT, dan mengatakan bahwa mereka siap untuk dipekerjakan kembali dalam membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan riset yang berguna bagi bangsa dan negara Indonesia.

"Tuntutan kita tidak terlalu besar kita hanya menuntut rasa belas kasihan dari para pimpinan karena dalam masa seperti ini tanggung jawab kita sebagai tulang punggung itu berat sekali," tutur Rudi.

Anggota Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan Paguyuban PPNPN BPPT merasa tidak ada sosialisasi yang cukup baik kepada karyawan yang berstatus PPNPN di BPPT mengenai kelanjutan pekerjaan mereka setelah integrasi BPPT ke BRIN.

"Mereka mengadu tentang ketidakjelasan nasib mereka, masa depan mereka, karena sampai saat ini belum ada juga kejelasan tentang status kepegawaian terus kemudian kontrak," ujarnya.

Beka menuturkan Komnas HAM akan menindaklanjuti pengaduan tersebut dan meminta mereka untuk melengkapi dokumen yang dibutuhkan seperti surat kontrak tiap pegawai, daftar riwayat pengabdian dari awal kerja sampai akhir, dan surat kronologis.

"Mereka baru sebagian yang mewakili karena masih ada ratusan orang yang bernasib sama berstatus sama karena integrasi ke BRIN ini," ujarnya.*

 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022