Jakarta (ANTARA) - Selama kurun waktu Januari hingga November 2021 Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah melindungi 15 orang saksi dari enam kasus penyiksaan.

"Dari 15 orang tersebut empat di antaranya berstatus pelapor, empat saksi korban dan saksi/keluarga korban sebanyak tujuh orang," kata Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Program perlindungan yang diberikan yakni perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis, fasilitasi restitusi, rehabilitasi psikologis maupun psikososial.

Maneger Nasution mengatakan dari enam kasus penyiksaan tersebut, tiga orang korban meninggal dunia dan empat menderita luka-luka. Adapun wilayah kejadian di antaranya di Purwakarta, Kota Balikpapan, Kota Makassar, Sulawesi Selatan hingga Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Baca juga: LPSK: Pencabutan laporan korban kekerasan seksual lukai keadilan

"Penyiksaan yang dialami korban bermacam-macam. Mulai dipukul menggunakan tangan atau benda tumpul, ditendang, disundut rokok, hingga ditembak," ujar dia.

Motif dilakukannya penyiksaan misalnya dituduh sebagai bagian dari massa unjuk rasa, menggelapkan mobil, mencuri ponsel, melarikan anak gadis dan menyembunyikan jaringan kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Terduga pelaku mulai dari oknum anggota TNI AL, anggota TNI AD, anggota Polda Sulawesi Selatan dan oknum anggota Polri dari Polres Balikpapan.

Lebih jauh ia mengatakan tempat-tempat dilakukannya penyiksaan terhadap korban tidak hanya di Polres Balikpapan, Koramil Laratama dan Kodim Belu, namun juga terjadi di Wisma Atlet Dayung Purwakarta tempat tinggal salah seorang oknum TNI AD di Rote.

Baca juga: LPSK sebut pengusutan kasus kekerasan seksual di ponpes berkat sinergi

Dari enam kasus penyiksaan yang ditangani LPSK, tiga diantaranya telah diputus melalui peradilan militer maupun umum serta sidang disiplin. Sedangkan satu kasus masih dalam proses penyidikan dan telah ditetapkan tersangka.

"Satu kasus lainnya telah dilimpahkan dari Polres Intan Jaya ke Pomdam Cendrawasih," ujarnya.

Jika dilihat dari pasal yang dikenakan terhadap terduga pelaku, enam orang dijerat Pasal 340 KUHP, empat pelaku dijerat Pasal 170 ayat (2) dan satu pelaku disangkakan Pasal 352 KUHP.

Dalam proses perlindungan, Nasution tidak menampik adanya sejumlah tantangan antara lain keinginan keluarga korban yang ingin pelaku diproses melalui mekanisme pengadilan HAM.

Sebagai contoh kasus kematian pendeta Yeremiah di Intan Jaya serta tidak adanya saksi yang dapat mengidentifikasi pelaku penyiksaan seperti kasus unjuk rasa penolakan Omnibus Law di Makassar.

Baca juga: LPSK: Rehabilitasi 3.962 korban pelanggaran HAM berat bukan impunitas

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022