Selama ini para pengoplos dengan bebas memperjualbelikannya tanpa ragu-ragu karena belum ada tindakan tegas dari polisi.
Kalianda, Lampung (ANTARA News) - Sejumlah warga di Kabupaten Lampung Selatan mengharapkan aparat kepolisian setempat menindak tegas para pengoplos minyak tanah dengan solar karena sangat merugikan dan meresahkan konsumen.

"Selama ini para pengoplos dengan bebas memperjualbelikannya tanpa ragu-ragu karena belum ada tindakan tegas dari polisi," kata warga di Desa Kertosari Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan Hermanto, di Tanjungsari, Rabu.

Dia mengatakan, saat ini konsumen kesulitan mendapatkan minyak tanah murni di warung-warung karena pengecer lebih banyak menjual minyak tanah oplosan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar.

"Minyak oplosan tersebut diperjualbelikan dengan harga Rp9.000 per liter," kata dia.

Dia mengaku, hingga saat ini minyak tanah masih menjadi kebutuhan masyarakat meski pemerintah telah merealisasikan program konversi minyak tanah ke gas elpiji untuk kebutuhan memasak sehari-hari.

"Kami menggunakan kompor minyak tanah untuk memasak dan penerangan saat litrik padam, karena hingga saat ini masih sering terjadi pemadaman," imbuh dia.

Salah satu pedagang makanan keliling di daerah setempat, Rohiman, mengatakan,saat ini kesulitan untuk mendapatkan minyak tanah murni, sementara di warung-warung hanya menyediakan minyak tanah oplosan.

Dia mengaku, menggunakan minyak tanah oplosan ini membuat sumbu-sumbu kompor mengerak "ngupil" dan sulit dihidupkan saat akan dipakai kembali," terang dia

"Kalau ada saya lebih memilih minyak tanah murni seharga Rp10.000 per liter karena harganya tidak selisih jauh, kalau yang oplosan antara Rp8.000 sampai Rp9.000 per liter,"kata dia.

Dia juga mengharapkan aparat menertibkan peredaran minyak tanah tersebut karena sangat merugikan konsumen terutama pengusaha kecil seperti dirinya yang masih menjadikan minyak tanah sebagai tumpuan usaha.

Sementara itu, salah satu pedagang minyak tanah setempat, Rantiyah, mengatakan, minyak tanah tersebut didapat dari pengecer sudah dalam kondisi oplosan dengan bau solar yang menyengat meskipun warnanya nyaris sama dengan yang asli.

Dia juga mengaku, sulit mendapatkan minyak tanah murni karena ditingkat pengecer sudah dalam kondisi dicampur dengan solar untuk mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan menjual minyak tanah murni.

Sebelumnya, Kepala Bidang Perdagangan dan Perlindungan Konsumen Dinas Koperasi Industri dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Lampung Selatan, Albert Asmara, mengatakan,tindakan pengoplosan tersebut menyalahi karena merugikan konsumen sehingga perlu tindakan tegas dari pihak berwenang.

Dia mengatakan, para pengoplos tersebut para pengoplos ingin meraup keuntungan berlipat karena harga minyak tanah mencapai Rp10.000 per liter sedangkan solar hanya Rp4.500 per liter.

"Langka dan mahalnya harga minyak ini membuat para jaringan distribusi memanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar," terang dia.

Dia menerangkan, sejak pencabutan minyak tanah bersubsidi pihak Diskoperindang tidak dapat melakukan pengontrolan peredaran minyak tanah, melainkan sepenuhnya ditangani oleh pihak PT Pertamina.

"Jika ada pengoplosan seperti itu maka yang bertanggung jawab adalah Pertamina berkerjasama dengan kepolisian untuk menindak tegas karena pemerintah daerah tidak dapat ikut campur tangan," imbuh dia.

(PSO-048) (ANTARA)





Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011