Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengungkapkan bahwa lembaga ini menerima 147 saksi dan/atau korban yang mengajukan permohonan perlindungan terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) selama 2021.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, ia menyebutkan bahwa dari 147 pemohon, 126 di antaranya merupakan korban perdagangan orang yang terdiri atas 120 korban perempuan dan 6 orang laki-laki.

”Potret korban perdagangan orang yang didominasi perempuan memberikan gambaran bentuk eksploitasi yang dialami korban, yakni 51 korban dieksploitasi secara seksual dan 66 korban diperdagangkan sebagai pekerja migran,” ujar Edwin.

Baca juga: LPSK: Jumlah restitusi korban TPPO dikabulkan hakim kurang 12 persen

Secara jumlah, tuturnya, memang menurun apabila dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 203 pemohon.

Beberapa kasus perdagangan orang beberapa waktu terakhir, antara lain tenggelamnya kapal yang mengangkut pekerja migran Indonesia di Perairan Selangor, Malaysia, yang menewaskan setidaknya 21 orang. Belum lagi berita penggerebekan aksi perdagangan anak yang dijajakan sebagai pekerja seks komersial melalui berbagai platform digital.

Menurut Edwin, pemohon dari Jawa Barat cenderung konsisten dari sisi jumlah permohonan di kisaran angka 60-an. Jumlah pemohon terbanyak dari tiga kabupaten/kota, yakni Indramayu 21 orang, Kota Bandung 12 orang, dan Kabupaten Cianjur 10 orang.

Baca juga: LPSK dukung Polda Kepri jerat penyelundup PMI dengan UU 21/2007

Para pelaku umumnya mengeksploitasi korban untuk bekerja di sektor domestik sebagai pekerja migran (23 orang) dan sebagai pekerja di sektor hiburan malam atau eksploitasi secara seksual (37 orang).

”Korban biasanya telah terperangkap dalam jaringan perdagangan orang. Seringkali mereka merasa dirinya bukan korban sehingga dalam penanganan kasus perdagangan orang diperlukan pendekatan khusus untuk meyakinkan mereka agar mau bekerja sama dengan proses penegakan hukum,” ujar Edwin.

Situasi tersebut tercermin dari data pihak yang mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK. Hanya 23 orang yang mengajukan permohonan berasal dari korban sendiri dan keluarganya. Sedangkan 124 permohonan lainnya berasal dari penegak hukum (Polri) dan berbagai instansi/lembaga lainnya.

LPSK meyakini penguatan sinergi antarpemangku kepentingan menjadi kunci dalam memerangi praktik perdagangan orang di Tanah Air.

Baca juga: IOM Indonesia: 2021 korban TPPO didominasi perempuan

Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo menambahkan sepanjang 2021, LPSK memberikan layanan program perlindungan kepada 252 terlindung terkait perkara perdagangan orang. Mereka menerima pendampingan selama menjalani proses pemeriksaan pada setiap tahapan peradilan pidana, mulai dari penyidikan hingga persidangan.

Korban perdagangan orang, lanjut Antonius, diberikan bantuan medis, psikologis, maupun rehabilitasi psikososial sebagai langkah pemenuhan hak atas pemulihannya sebagai korban.

”Pada 2021, LPSK melayani terlindung yang berdomisili tersebar di 22 provinsi. Dari total 48 kasus TPPO yang saksi dan/atau korbannya dilindungi LPSK, sebanyak 50 persennya telah diputus pengadilan dan berkekuatan hukum tetap,” kata Antonius.

Berangkat dari situasi pada 2021, menurut Antonius, LPSK meminta semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam ikhtiar memerangi praktik perdagangan orang dapat memperkuat sinergi untuk saling mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing kementerian/lembaga hingga unit pelaksana teknis di daerah.

Peran kalangan masyarakat sipil untuk mendukung kerja pendampingan dan pemulihan korban sangat penting guna memastikan apakah hak-hak korban perdagangan orang telah ditunaikan.

”LPSK membuka diri untuk bekerja sama dengan semua pihak untuk memastikan hak-hak saksi dan korban perdagangan orang dapat terpenuhi baik selama proses hukum berjalan maupun pada aspek pemulihan korbannya,” kata dia.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022