Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Demokrat (FPD) Ingrid Kansil menyatakan, RUU Penanganan Fakir Miskin (PFM) yang akan disetujui menjadi UU pada Rapat Paripurna DPR, Kamis (21/7) akan mampu mempercepat penanggulangan kemiskinan.

"Kami optimis bahwa RUU Fakir Miskin akan menjadi payung hukum pemerintah dan swasta dalam mempercepat pemberdayaan ekonomi penduduk miskin di Indonesia yang kini berjumlah sekitar 30 juta jiwa," kata Ingrid kepada antaranews.com, di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan, UU tersebut nantinya memberikan mandat kepada Kemensos sebagai pemimpin sektor untuk mengkoordinasikan program penanggulangan kemiskinan baik dilaksanakan oleh instansi pemerintah (17 kemterian dan pemprov/pemkab/pemkot) maupun swasta (dalam program CSR - tangung jawab sosial).

"UU itu akan mewujudkan program penanggulangan akan berjalan efektif dan efisien, serta terarah sesuai sasaran program dan tidak tumpang tindih. Penduduk miskin pun terpenuhi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan pendidikan," ujarnya.

Selain itu, UU tersebut memerintahkan penanggulangan kemiskinan harus sampai ke sasaran penduduk miskin berdasar data sesuai nama, alamat dan karakter jenis usaha penduduk yang layak untuk memberdayakan dirinya dan meningkatan pendapatan ekonominya.

Ingrid menjelaskan, RUU Penanganan Fakir Miskin telah selesai pembahasannya antara Komisi VIII DPR dengan pemerintah yang diwakili Mensos Salim Segaf Al Jufri pada (18/7). "RUU ini, kami rasakan sangat penting karena sepanjang Indonesia merdeka belum memiliki UU yang mengatur secara sistematis perihal penangan fakir miskin.," katanya.

Menurut istri Menkop dan UKM Sjarifuddin Hasan itu, ada 3 hal yang menjadi landasan utama kerangka RUU Fakir Miskin, yaitu  kelembagaan, pendataan, dan pendanaan.

Pertama, hal pelembagaan sempat dalam pembahasan panjang di Panja DPR yang timbul persepsi bahwa membutuhkan lembaga baru untuk menangani fakir miskin, namun anggota Panja RUU menyepakati lembaga yang terpenting dilihat segi efisiensi dan telah berpengalaman dalam menangani program tersebut sesuai usulan FPD DPR yaitu Kemensos sebagai "leading sector".

Kedua, hal pendataan, Kemensos akan dibantuoleh lembaga pemerintahan dalam pendataan baik BPS, Pusdatin Pemprov/Pemkab/Pemkot atau data-data terpadu yang dimiliki Kementerian dan Lembaga lain sehingga data benar-benar akurat, terpadu dan berdasarkan nama dan alamat.

Ketiga, hal yang paling krusial adalah pendaanaan. Pendanaan akan bersumber dari APBN, APBD, Hibah, Zakat, Infaq, Sedekah atau sumber dana lain yang tidak mengikat, serta CSR.

"Terkait dengan CSR seluruh fraksi di Komisi VIII DPR sepakat agar dana CSR ini juga perlu diberdayakan hal ini merupakan inisiatif dari Fraksi Demokrat," ujarnya.

Ingrid menjelaskan, dalam Pasal (36) ayat 1 poin ( c ) RUU itu termaktub bahwa sumber pendanaan bersumber dari dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan, kemudian pada ayat (2) dana yang dimaksud pada ayat (1) huruf ( c ) digunakan sebesar-besarnya untuk penanganan fakir miskin.

Pasal itu merupakan pelengkap dari UU No. 40 tahun 2007 tentang Perusahaan yang dijelaskan bahwa persereon yang memiliki usaha pada bidang yang terkait dengan sumber daya alam (SDA) diwajibkan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, katanya.

"Maka dalam UU ini, perseroan dilengkapi agar menyisihkan dari laba usaha untuk fakir miskin. Kami tidak menetapkan besarannya, tetapi diserahkan kepada kemauan perseroan sendiri untuk fakir miskin. Hal ini untuk menyeimbangi agar penanganan fakir miskin tersistematis dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan," demikian Ingrid Kansil.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011