Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan anggota komisaris PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) periode 1999-2004, M. Jusuf Hamka, dalam kasus penjualan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) fiktif. "Iya, diminta keterangan soal NCD," kata Jusuf, seusai diperiksa selama enam jam di Gedung KPK Jalan Veteran, Jakarta, Rabu. Ia mengakui, transaksi jual beli NCD antara PT CMNP dan Drosophila Enterprise yang diperantarai oleh PT Bhakti Investama dilakukan oleh Direksi PT CMNP tanpa sepengetahuan komisaris dan tanpa dilakukan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). "Sepertinya, saat itu saya tidak diberitahu," ujarnya. Namun, Jusuf menolak meladeni pertanyaan wartawan lebih lanjut dengan alasan merasa kurang sehat. "Saya sedang kurang sehat, tadi di atas saya juga belum jawab apa-apa. Besok saja lagi, besok saya dipanggil lagi ke sini," katanya sambil memasuki mobilnya. Pada 27 April 1999, PT CMNP melakukan transaksi tukar menukar surat berharga senilai Rp153,5 miliar dengan PT Bank CIC. CMNP menyerahkan surat berharga dalam bentuk obligasi dengan nilai nominal Rp153,5 miliar sedangkan Bank CIC menyerahkan Negotiable Medium Term Note (MTN) dengan nilai yang sama. MTN tersebut tidak dikenakan bunga dan akan jatuh tempo pada Mei 2003. Pada Mei 1999, CMNP melalui PT Bhakti Investama melakukan transaksi jual-beli surat berharga dengan Drosophila Enterprise Pte.Ltd, satu perusahaan Singapura yang dimiliki oleh Hari Tanoesoedibjo, yang juga memiliki PT Bhakti Investama. CMNP menjual surat berharga dalam bentuk obligasi CMNP II yang dikeluarkan pada 1997 dengan tingkat bunga tetap dan nilai nominal Rp189 miliar berikut MTN Bank CIC senilai Rp153,5 miliar. Pembayaran yang diterima oleh CMNP dari Drosophila berupa NCD tanpa bunga yang dikeluarkan oleh PT Unibank senilai 28 juta dolar AS dan akan jatuh tempo pada 9 dan 10 Mei 2002. Pada 26 September 2001, Unibank yang oleh Bank Indonesia dinyatakan termasuk dalam Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) menyatakan NCD yang diserahkan kepada PT CMNP telah dilaporkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasonal (BPPN) dalam laporan posisi simpanan dan kewajiban sehingga CMNP memiliki hak tagih atas NCD tersebut. Namun, pada 29 Januari 2002, BPPN menyatakan rekening NCD Unibank tidak dijamin dan tidak dapat dibayarkan melalui program penjaminan pemerintah karena termasuk dana milik pihak terafiliasi. BPPN juga menyatakan NCD tersebut melanggar ketentuan Bank Indonesia (BI) tentang penerbitan sertifikat deposito oleh bank dan lembaga keuangan bukan bank. Akhirnya, BPPN mengumumkan NCD yang diterbitkan Unibank melanggar peraturan perundang-undangan sehingga tidak diakui dan tidak dijamin pembayarannya. BI juga menyatakan laporan simpanan berjangka bulanan Unibank tidak diketahui terdapat deposito dalam dolar AS dan penerbitan NCD itu tidak sesuai aturan. CMNP kemudian mengajukan gugatan terhadap BPPN, Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan Unibank pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Putusan PN Jakarta Pusat pada 29 Juli 2004 mengabulkan gugatan tersebut dan mewajibkan BPPN membayar 28 juta dolar AS kepada CMPN. Direktur CMNP melakukan transaksi dengan Drosophila Enterprise tanpa persetujuan komisaris dan RUPS seperti yang disyaratkan dalam anggaran dasarnya. NCD yang diserahkan kepada CMNP melalui transaksi tertanggal 12 Mei 1999 baru dibuat dua minggu setelah transaksi, yaitu pada 26 Mei 1999. Kerugian transaksi yang dialami CMNP sebesar Rp153,5 miliar dan kehilangan aset senilai 28 juta dolar AS berakibat pula kerugian pada pemegang saham CMNP yang sebagian besar dimiliki oleh BUMN, yakni PT Krakatau Steel dan PT Jasa Marga (persero). Saat ini, KPK juga meminta keterangan dari mantan anggota komisaris CMNP periode 2000-2005, Shadik Wahono serta Direktur CMNP Daddy Hariadi. Namun, hingga pukul 19.30 WIB pemeriksaan terhadap keduanya belum selesai. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006