Timika (ANTARA News) - Belasan ribu karyawan PT Freeport Indonesia yang masih bekerja di Tembagapura, Mimika, Papua mendukung penuh upaya penyelesaian masalah mogok sebagian karyawan perusahaan itu melalui mekanisme Pengadilan Hubungan Industrial.

Hal itu mengemuka saat dialog antara karyawan PT Freeport Tembagapura dan Kuala Kencana dengan para anggota Komisi IX DPR RI di Gedung Multi Purpose Kuala Kencana, Jumat.

"Kami mendukung langkah perusahaan untuk membawa masalah ini ke PHI. Jangan dibelokan ke masalah politik dan lain-lain. Saat ini ada 18 ribu orang yang masih dan terus bekerja yang merasa tersandera akibat pemogokan," tutur salah seorang karyawan Freeport yang tinggal di Kuala Kencana, Eko.

Ia mengatakan, dari 22 ribu karyawan yang bekerja di PT Freeport Indonesia, sebanyak 18 ribu orang diantaranya terus bekerja hingga saat ini dan yang melakukan aksi mogok kerja tinggal 4 ribu orang.

Akibat ketidaktegasan pemerintah dalam menangani aksi mogok kerja sebagian karyawan Freeport, menurut Eko, belakangan para karyawan yang tetap bekerja mengalami intimidasi dan tekanan dari rekan-rekan mereka yang mogok.

"Kami mau naik kerja terpaksa harus pake motor, pake celana pendek dan ngumpet-ngumpet untuk menghindari sweeping baik di jalan maupun di Bandara Timika," ujarnya.

Ia mengatakan, berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak ada satupun yang mengatur bahwa selama aksi mogok berlangsung maka pekerja bisa melakukan tindakan anarkis berupa pembakaran kendaraan, pemblokiran jalan dan menyita berbagai fasilitas perusahaan secara sesuka hati.

"Kami minta Komisi IX melindungi kami. Kami juga mohon dukungan dari DPR kepada aparat keamanan agar tidak disalahkan dengan tuduhan melanggar HAM saat melakukan penegakan hukum," ujar Eko.

Seorang karyawan PT Freeport yang berada di Tembagapura, Demi Magai mengaku sangat prihatin dengan kondisi yang terjadi di areal PT Freeport akhir-akhir ini.

Sebagai salah satu anggota tim perunding Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dari manajemen PT Freeport, Demi mengaku sangat takut dan khawatir karena terus diancam.

"Saya salah satu yang ikut perundingan tapi kami terus diancam," ujarnya.

Demi Magai menegaskan kepada DPR RI bahwa jika para karyawan Freeport yang masih bekerja merupakan bagian dari Negara Kesatuan RI maka diharapkan negara melalui aparat yang berwenang menegakkan hukum secara tegas.

Ia mengatakan, persoalan ketenagakerjaan yang saat ini dialami PT Freeport bukan berkaitan dengan masalah hak ulayat ataupun berkaitan dengan masalah hak-hak masyarakat lokal tujuh suku yang ada di sekitar lokasi pertambangan PT Freeport.

"Mengapa masalah tujuh suku dan hak ulayat itu dibawa ke meja perundingan sehingga karyawan menjadi korban," tutur Demi Magai.

Rekan Demi Magai, Oktovianus mensinyalir bahwa Ketua Pengurus Unit Kerja (PUK) SPSI PT Freeport, Sudiro sengaja memanfaatkan karyawan asli Papua di barisan depan untuk mendukung perjuangan SPSI.

"Sudiro sengaja pake peluru Papua makanya dia sengaja taruh karyawan asli Papua di depan. Mengapa kami selalu menjadi korban dari setiap kejadian yang terjadi di tanah ini," tanya Oktovianus sembari meminta Komisi IX DPR RI segera menyelesaikan kemelut yang terjadi dengan mengundang semua pihak yang berkompeten.


Kembalikan Kebersamaan Karyawan

Ketua Tim Komisi IX DPR RI, Azis Suseno mengatakan kedatangan para wakil rakyat dari Senayan ke Timika untuk bertemu semua pihak terkait baik SPSI, manajemen PT Freeport, karyawan maupun Pemda.

Menurut Azis, perasaan kebersamaan diantara kalangan pekerja PT Freeport yang saat ini hilang harus dikembalikan seperti kondisi sedia kala agar perusahaan itu bisa kembali beroperasi secara normal.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN, Riski Sadik mengatakan 4 ribu karyawan Freeport yang menggelar aksi mogok kerja merupakan jumlah yang banyak.

"Itu jumlah yang sangat banyak, berarti ada sesuatu yang salah, pasti ada ketidakadilan. Semua pihak pada posisi yang sama ingin mencari win-win solution atas masalah yang terjadi selama ini," ujar Riski.

Ia berbeda pendapat dengan para karyawan Freeport dengan tidak mendukung penyelesaian kasus mogok kerja ke jalur PHI jika semangat yang dikedepankan yaitu untuk kebersamaan para karyawan Freeport.

"Kalau masalah ini dibawah ke PHI maka gelindingnya akan sangat liar dan nanti sulit dikontrol," tutur Riski.

Ia meminta keterbukaan dan kerelaan hati dari semua karyawan Freeport baik yang menggelar aksi mogok kerja maupun mereka yang tetap bekerja agar sebagai sesama anak bangsa menghindari adu domba dan pertikaian akibat berlarut-larutnya penyelesaian terhadap masalah perundingan PKB periode XVII yang akan berlaku mulai tahun ini hingga 2013. (E015)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011