Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW)>/i> melaporkan 133 hakim yang membebaskan para koruptor, mulai dari tingkat pengadilan pertama, banding hingga kasasi di Mahkamah Agung (MA), ke Komisi Yudisial (KY). ICW yang diwakili oleh Koordinator Departemen Informasi Publik, Adnan Topanhusodo, serta Emerson Juntho dan Bambang Antariksa dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerak Aceh diterima oleh Ketua KY, Busyro Muqoddas, yang didampingi oleh dua anggota KY, Soekotjo Soeparto dan Mustafa Abdullah, di Gedung KY, Jakarta, Kamis. Sebanyak 133 Hakim yang dilaporkan menangani 77 kasus korupsi dengan jumlah terdakwa 142 orang, masing-masing 67 kasus dibebaskan di pengadilan tingkat pertama, tiga kasus dibebaskan di pengadilan tingkat banding, dan tujuh kasus dibebaskan di tingkat Kasasi MA. ICW juga mencatat Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan adalah pengadilan yang paling banyak membebaskan terdakwa kasus korupsi, yakni sebanyak 14 kasus, diantaranya kasus pemberian kredit kepada PT Cipta Graha Nusantara (CGN) senilai Rp160 miliar dengan terdakwa para mantan direktur Bank Mandiri, yaitu ECW Neloe, I Wayan Pugeg dan M. Sholeh Tasripan, yang dibebaskan oleh Majelis Hakim Gatot Suharnoto, I Ketut Manika, dan Mahmud Rachimi. Sedangkan, Majelis Hakim tingkat banding yang dilaporkan diantaranya adalah Hakim Tinggi PT DKI Jakarta, Samang Hamidi, yang membebaskan tiga Direktur Bank Indonesia (BI) yang menjadi terdakwa korupsi penyaluran BLBI senilai Rp2 triliun, yakni Paul Sutopo, Heru Supraptomo dan Hendro Budiyanto. Majelis Hakim MA yang dilaporkan ICW, diantaranya Hakim Agung Taufik, German Hoediarto, dan Soeharto yang membebaskan terdakwa korupsi "tukar guling" Goro Batara Sakti dengan Badan Urusan Logistik (Bulog), sehingga Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dibebaskan pada tingkat Peninjauan Kembali (PK). Para terdakwa yang dibebaskan dari kasus korupsi, menurut catatan ICW, cukup beragam, mulai dari anggota DPR dan DPRD, pengusaha, bankir, pejabat eksekutif, pegawai pemerintah, pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hingga aparat penegak hukum. ICW mengakui, jumlah hakim dan kasus korupsi yang dibebaskan bukan merupakan gambaran menyeluruh dari penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia, karena adanya keterbatasan sumber informasi. "Kami mengalami hambatan untuk akses informasi sehingga yang dilaporkan terbatas dari laporan masyarakat yang diterima ICW dan dari berita media massa yang dapat diakses melalui internet," kata Adnan. Selain itu, ia juga mengakui, jumlah Hakim dan kasus yang dilaporkan oleh ICW belum melewati tahap eksaminasi melalui penelaahan pertimbangan hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim sebagai dasar untuk membebaskan terdakwa. "Untuk mencapai tahap eksaminasi itu sulit, karena kami juga tidak bisa meminta salinan atau petikan putusan dari pengadilan yang bersangkutan. Kami hanya bisa memantau terbatas dari media massa," jelasnya. Namun, Adnan mengatakan, 90 persen dari terdakwa kasus korupsi yang dibebaskan melalui proses hukum yang bermasalah. ICW minta kepada KY untuk melakukan pengawasan secara berkala dan rutin terhadap persidangan kasus korupsi untuk memastikan kewibawaan Hakim tidak terpengaruh oleh faktor uang. Selain itu, ICW juga meminta kepada KY agar melakukan inventarisasi terhadap para hakim yang bermasalah dan mencoret nama calon Hakim Agung yang terbukti pernah membebaskan pelaku korupsi. Permintaa KY itu disambut baik oleh anggota KY, Mustafa Abdullah, yang juga Ketua Panitia Seleksi Calon Hakim Agung. Ia meminta kerjasama ICW untuk saling bertukar informasi dengan KY tentang jejak rekam para calon Hakim Agung yang kini tengah diseleksi oleh KY. Menanggapi laporan ICW tersebut, Busyro mengatakan, akan terlebih dahulu memeriksa dan menelaah laporan itu. "Laporan ini harus ditelaah dulu, dan juga harus melalui tahap verifikasi," tambahnya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006