Jakarta (ANTARA News) - Indonesia melalui Menteri Perdagangan Gita Wirjawan meminta Selandia Baru mengakui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang diterapkan Indonesia sehingga produk-produk berbasis kayu Indonesia mendapatkan akses lebih mudah ke pasar negara itu.

Permintaan Indonesia itu disampaikan Mendag ketika bertemu dengan Menteri Perdagangan Selandia Baru Tim Groser di Auckland 11 Oktober lalu, menurut siaran pers Kementerian Perdagangan di Jakarta, Minggu.

Selandia Baru diharapkan dapat mengakui SVLK Indonesia terkait penerapan label Environmental Choice New Zealand. Dalam pertemuan itu Mendag Gita Wirjawan juga menyampaikan perhatiannya atas rencana pemerintah Selandia Baru untuk menerapkan kebijakan Plain Packaging for Tobacco Products.

“Kedua negara ini memberikan perhatian yang semakin besar kepada Indonesia, bukan saja karena kita adalah tetangga Asia yang terdekat bagi mereka, tetapi juga karena pertumbuhan ekonomi dan demografi Indonesia yang sangat menjanjikan,” ujar Gita Wirjawan.

Bagi Indonesia, menurut Mendag Gita, hubungan yang lebih luas dan lebih dalam dengan Australia dan Selandia Baru dapat mendorong pertumbuhan perekonomian bangsa, antara lain melalui investasi di sektor tertentu seperti peternakan sapi, pengolahan susu, otomotif dan pembangkit listrik tenaga panas bumi.

“Indonesia juga dapat membidik pasar jasa di Australia dan Selandia Baru seperti telekomunikasi, angkutan udara, manufaktur serta tenaga kerja di sektor pertanian,” imbuhnya.

Kedua Menteri pada kesempatan itu juga bertukar pandangan mengenai perkembangan Perundingan Putaran Doha, prakarasa Regional Comprehensive Economic Partnership yang sedang dikembangkan oleh ASEAN bersama mitra FTA-nya, dan keketuaan APEC tahun 2013 di Indonesia.

Kedua Menteri menyambut baik kerjasama yang mulai dikembangkan di sektor pertanian, tenaga kerja, energi terbarukan dan kerjasama lingkungan.

Sebelum melakukan pertemuan bilateral, Mendag Gita Wirjawan berkesempatan menyampaikan kuliah umum di Auckland University School of Business, memenuhi undangan New Zealand Asia Institute yang bekerjasama dengan pihak universitas.

Dihadiri sekitar 150 peserta yang terdiri dari mahasiswa pasca-sarjana dimana beberapa di antaranya dari Indonesia, pengajar dan sejumlah pelaku bisnis, Menteri Perdagangan memaparkan perkembangan ekonomi Indonesia sejak masa pra-kemerdekaan, pasca-kemerdekaan hingga saat ini serta aspirasi ke depan.

Selain mengunjungi Selandia Baru, Mendag Gita Wirjawan juga menghadiri pertemuan bilateral Indonesia-Australia di Canberra.

Kunjungan ke Canberra dilakukan dalam rangka Pertemuan Ke-10 Menteri Perdagangan Indonesia dan Australia. Dalam pertemuannya dengan Menteri Perdagangan dan Daya Saing Australia Craig Emerson, Mendag Gita menyampaikan concern atas rencana penerapan Tobacco Plain Packaging Bill mulai 1 Desember 2012, Illegal Logging Prohibition Bill yang telah disetujui House of Representatives pada tanggal 20 Agustus lalu dan tinggal menunggu persetujuan Senat, serta akses pasar buah-buahan tropik.

“Untuk Tobacco Plain Packaging Bill, kita menegaskan keikutsertaan Indonesia sebagai ‘pihak ketiga’ bersama 23 negara lainnya dalam proses konsultasi di WTO antara Ukraina dan Australia.

Sementara terkait ‘Illegal Logging Prohibition Bill,’ pesan kita sangat jelas yakni agar SVLK yang kita terapkan dan akan segera diakui oleh Uni Eropa juga dipertimbangkan oleh Pemerintah Australia sehingga importir produk berbasis kayu Indonesia di Australia tidak selalu harus melalui proses ‘due dilligence’ yang ketat,” tegas Mendag Gita.

Pada kesempatan ini, Indonesia juga menyampaikan apresiasi kepada Australia karena produk manggis telah mendapatkan akses pasar ke Australia. Namun Mendag Gita menekankan bahwa Indonesia juga berminat untuk mendapatkan akses pasar untuk mangga dan salak.

Kedua Menteri sepakat bahwa hal ini dapat dibahas lebih lanjut oleh Pokja Kerja Sama Pertanian, Makanan dan Kehutanan Indonesia-Australia yang akan bertemu pada awal Desember 2012. Dalam pertemuan ini, Menteri Craig Emerson juga meminta penjelasan sekitar kebijakan impor produk hortikultura, impor daging sapi dan sapi hidup serta kebijakan pertambangan Indonesia.

Sebelum pertemuan bilateral tersebut, kedua Menteri melakukan dialog dengan Indonesia-Australia Business Partnership Group (BPG) yang melibatkan KADIN Indonesia dan KADIN Australia serta Indonesia-Australia Business Council dan Australia-Indonesia Business Council.

BPG yang dibentuk pada kuartal kedua tahun ini melakukan kajian mengenai arah dan cakupan perundingan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).

”Kita sepakat dengan laporan sementara BPG bahwa CEPA yang kita rundingkan dengan Australia seyogyanya bukan sekadar sebuah FTA dalam pengertian konvensional, tetapi lebih sebagai platform kemitraan yang lebih dalam dan luas bagi kedua negara untuk bermitra sebagai dua ekonomi terbesar di kawasan ini,” demikian Mendag Gita.

(*)

Pewarta: Suryanto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2012