Saya meminta kerjasama Anda untuk tidak meninggalkan rumah sejak pukul enam petang. Itu akan membantu mengurangi angka kejahatan,"
Bangkok, Thailand (ANTARA News) - Panglima militer Thailand pada Rabu mendesak guru di wilayah bergolak selatan negara itu tetap tinggal di rumah setelah pukul enam sore untuk menghindari korban jiwa akibat gerakan pejuang, sementara tahun ajaran baru segera dimulai.

Hampir 160 guru dan pegawai sekolah tewas selama sembilan tahun pemberontakan suku Melayu di Thailand Selatan, yang berbatasan dengan Malaysia.

Berbagai pembicaraan perdamaian antara perwakilan pemberontak dan pemerintah gagal menghentikan kekerasan dan membuat guru hidup dalam ketakutan ketika berada di garis pertempuran saat hendak berangkat ke sekolah.

"Saya meminta kerjasama Anda untuk tidak meninggalkan rumah sejak pukul enam petang. Itu akan membantu mengurangi angka kejahatan," kata Jenderal Prayut Chan-O-Cha di wilayah selatan, Yala, menanggapi pertanyaan guru tentang kemampauan tentara menangkis serangan.

Ribusan sekolah ditutup sementara pada Desember setelah gerakan protes kurangnya keamanan untuk guru, yang disasar oleh kaum militan, karena telah bekerja sama dengan pemerintah Thailand.

Pemimpin dari kelompok guru di wilayah selatan menghargai tujuan yang baik di pernyataan Jenderal militer namun menolak saran dikenakannya jam malam.

"Para guru mengetahui mereka menjadi target...mereka mengetahui harus melindungi diri mereka sendiri, namun saran untuk tidak meninggalkan rumah setelah jam enam malam seperti sebuah gangguan kebebasan diri kami," kata Boonsom Thongsriplai dikutip AFP.

"Serangan dapat terjadi kapan saja siang atau malam, kami pikir lebih baik untuk fokus untuk mengendalikan keamanan," kata dia.

Thailand mengadakan pembicaraan damai pertama kali dengan representatif dari Barisan Revolusi Nasional (BRN) Malaysia pada Maret dan sesi lainnya pada April, namun serangan mematikan terus berlanjut yang mempermalukan pasukan keamanan Thailand.

Pada April pasukan pemberontak terlibat dalam pembicaraan dan menginginkan "liberalisasi" dari Thailand, sesuatu yang Jenderal Prayut tolak pada Rabu.

"Kekerasan harus diseleseikan secara cepat...(namun) saya menginginkan untuk meyakinkan (rakyat) bahwa Thailand tidak dapat dipisahkan -- itu satu dari kerajaan," katanya, seraya menambahkan terdapat 140 perkampungan "zona merah" di selatan yang bertanggung jawab terhadap sebagian besar kekerasan.

Lebih dari 5500 rakyat telah tewas dalam pemboman hampir setiap hari dan penembakan di tiga provinsi mayoritas Muslim di dekat perbatasan selatan Thailand dengan Malaysia sejak tahun 2004.

Buddha dan Muslim menjadi korban militan bayangan, yang menargetkan pasukan keamanan, warga sipil dan perwakilan otoritas negara yang bekerja sama.

(I029/B002)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013