Semarang (ANTARA News) - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pantas menerima penghargaan dari Appeal of Conscience Foundation (ACF), suatu yayasan antaragama bergengsi di Amerika Serikat.

"Saya merasa peran pemerintah dalam membina kerukunan umat beragama di Indonesia selama ini sudah bagus. Sah-sah saja kalau kemudian diapresiasi dengan penghargaan," kata Ketua FKUB Jateng Abu Hafsin di Semarang, Sabtu.

Memang ada letupan-letupan kecil dalam perjalanan kehidupan umat beragama di Indonesia selama kepemimpinan SBY. Akan tetapi, menurut dia, menjadi sebuah kewajaran dalam kehidupan masyarakat yang begitu plural.

Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng itu mengatakan bahwa kehidupan umat beragama di Indonesia sebenarnya bisa dijadikan contoh oleh negara-negara lain yang juga memiliki masyarakat plural.

"Sekarang lihat di sejumlah negara Timur Tengah yang cenderung memiliki masyarakat yang homogen, tetap saja terjadi pergolakan di tengah masyarakatnya. Contohnya Suriah, meski negara itu memiliki banyak ulama besar," katanya.

Kalau melihat kondisi di Indonesia, kata Hafsin yang juga Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng itu, tingkat pluralitas di negara ini sangat kompleks. Namun, mampu menjalani kehidupan secara rukun, terutama kehidupan antarumat beragama.

Ia menilai SBY merupakan sosok pemimpin yang relatif cukup egaliter. Sebagai buktinya, pemerintahan yang diisi oleh orang-orang dari beragam agama, terutama dari kalangan agama minoritas.

"Sebagai pembanding, Filipina. Umat muslim di negara itu persentasenya sebenarnya lebih besar daripada umat Kristen di Indonesia. Namun, keterlibatan orang muslim di pemerintahan Filipina bisa dihitung," katanya.

Sebenarnya, kata dia, kepala negara Indonesia yang bersosok inklusif adalah Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Akan tetapi, sayangnya hanya sebentar menjabat, sementara SBY adalah sosok yang relatif cukup egaliter sebagai kepala negara.

Kalau dibandingkan dengan zaman Presiden Soeharto, kata dia, kehidupan antarumat beragama di Indonesia memang rukun dan hampir tidak ada letupan terjadi. Akan tetapi, pemerintah saat itu melakukan pendekatan sekuriti untuk menciptakan kerukunan.

"Ibaratnya, zaman Pak Harto umat beragama rukun, tetapi hanya tampak di permukaan karena pendekatannya dengan `bedil` (senjata, red.). Rukun hanya tampak secara lahiriah. Akan tetapi, kalau kerukunan dilihat secara hakiki, SBY yang lebih pantas dapat penghargaan," kata Hafsin.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013