Jakarta (ANTARA News) - Ketua tim dokter Rumah Sakit Pelni Petamburan, Jakarta Pusat, Dr Ketut Lilamurti SpA mengatakan bayi kembar dua kepala bernama Syafitri, anak pasangan Mulyadi dan Nuryati tidak mungkin dapat dipisahkan. "Saya tegaskan sekali lagi bahwa Syafitri tidak mungkin dapat dipisahkan. Untuk operasi otak ataupun pembelahan kepala tidaklah mungkin. Operasi hanya dilakukan untuk memperbaiki organ dalam saja," kata Ketut Lilamurti, di Jakarta, Senin. Ia mengatakan operasi hanya dilakukan untuk merapihkan organ bagian dalam tubuh agar bayi kembar itu dapat mengkonsumsi makanan dengan baik tanpa bantuan infus dan menghirup udara tanpa bantuan tabung oksigen lagi. Tim dokter yang menangani kasus bayi kembar yang lahir dengan dua kepala itu terdiri atas 13 dokter dari RS Pelni, tujuh dokter dari RS Harapan Kita, dan sekitar tujuh dokter dari RS Cipto Mangunkusumo. "Tiga tim dokter yang terbentuk merupakan gabungan dari beberapa dokter spesialis jantung, paru-paru, anak, saraf, dan bedah," katanya. Menurut dia, kasus ini kemungkinan dapat terjadi karena pengaruh radiasi, obat-obatan yang dikonsumsi saat ibu hamil, terjangkit virus serta meminum jamu tradisional yang belum memiliki sertifikasi kesehatan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Ia mengatakan, sampai saat ini keadaan fisik Syafitri cenderung stabil. Namun keadaan tersebut dapat berubah karena fungsi organ tubuh yang belum sempurna. "Kemarin Syafitri sempat membiru karena ada kebocoran pada tenggorokan, yang seharusnya makanan bisa masuk ke lambung, jadi masuk paru-paru. Sampai saat ini kita sedang mengupayakan masalah itu," ujar dia. Mengenai penurunan berat badan dari 3,950 kilogram menjadi 3,930 kilogram pada Syafitri, dia mengatakan bahwa hal itu termasuk normal, karena penurunan berat badan biasa terjadi pada setiap bayi yang baru lahir, dan biasanya berat badan akan kembali normal pada saat bayi menginjak usia kelahiran dua minggu. Tiga tim dokter baru akan menentukan langkah selanjutnya untuk menangani kasus bayi kembar itu pada hari Rabu mendatang (16/8). "Saat ini kami baru dalam tahap pemetaan tindakan medis dalam menentukan langkah terbaik yang dapat dilakukan guna menangani kasus ini, karena bayi lahir dengan menderita kelainan `multiple conginetal anomali` pada `paraphalus` merupakan kasus pertama kali di dunia, walaupun terdapat kasus serupa di London tahun 2001, tapi tidak sama rumitnya dengan kasus ini," ujar Ketut. Menanggapi pertanyaan apakah akan meminta bantuan dari dokter luar negeri, dia mengatakan hal tersebut dimungkinkan. Namun demikian, tim dokter yang baru saja terbentuk Senin (14/8) akan mengupayakan terlebih dahulu membantu Syafitri semaksimal mungkin agar organnya dapat berfungsi normal. Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari yang Senin sore menjenguk Syafitri, meminta kepada tim dokter gabungan itu untuk mengupayakan kesehatan Syafitri semaksimal mungkin, jika perlu mendatangkan dokter dari luar negeri. Dia mengatakan bahwa Depkes siap untuk memfasilitasi hal tersebut. Ia mengatakan dirinya sangat prihatin ketika melihat kondisi Syafitri. Ia meminta kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama mendo`akan keselamatan dan kesehatan Syafitri. "Ini bukan merupakan masalah `personal` lagi, karena kasus seperti ini pertamakalinya di Indonesia, jadi untuk itu mari kita semua membantu meringankan beban Syafitri, baik finansial maupun do`a," katanya. Syafitri lahir di RS Pelni Petamburan, Jakarta Pusat, pada 8 Agustus 2006.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006