Jika memang bisa didorong semua keluar maka Kabupaten Gunung Kidul tidak lagi menjadi wilayah rawan kekeringan
Sawah tadah hujan, pohon-pohon jati serta punggung bukit berbatu kapur menghampar di sebagian wilayah Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Batu gamping besar dan kecil berongga yang terlihat seperti spons berwarna hitam menghiasi sepanjang Jalan Semanu ke arah Goa Bribin di Desa Sindon, Kecamatan Semanu, Gunung Kidul.

Tanpa pepohonan jati, barisan bukit tersebut mungkin akan tampak seperti batu berongga raksasa berwarna hitam yang terjal dan bergerigi tajam.

Wilayah kabupaten berbukit kapur yang luasnya 1.485 kilometer persegi itu dikenal sering mengalami kekeringan dan kesulitan air saat musim kemarau.

"Jangankan untuk memberi minum ternak atau mengairi sawah dan ladang, untuk minum kami sendiri saja susah sekali mendapatkannya," kata Ono (39), seorang pekerja bangunan di Gunung Kidul.

Meski telah menggali sumur sedalam puluhan meter, kata Ono, warga masih sulit mendapat titik air yang diharapkan, apalagi sewaktu musim kemarau.

Kondisi yang demikian, lanjut dia, bahkan membuat warga sampai tidak sanggup mengurus ternak dan harus menjual hewan peliharaan mereka dengan harga murah.

"Kalau sudah begitu, harga hewan anjlok drastis. Ketimbang kami harus mengurus perut hewan karena haus dan lapar, lebih baik mengurus keluarga saja dahulu," jelas Ono.


Pencarian Sumber Air

Pemerintah berusaha membantu mencari solusi untuk menyediakan air baku bagi warga yang mendiami wilayah itu dengan melakukan pengeboran hingga ke kedalaman ratusan meter di bawah permukaan tanah.

Menurut Koordinator Pompa Goa Bribin Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Ari Reza, rencana pengeboran untuk mencari sumber air baku mulai diajukan pada 2000.

"Warga Jerman yang berada di Yogyakarta ingin membantu warga daerah ini. Mereka kemudian berinisiatif untuk melakukan pencarian sumber air di bawah tanah," kata Ari kepada ANTARA di Yogyakarta, Sabtu (23/11).

Setelah mereka berkonsultasi dengan Sri Sultan Hamengkubuwono selaku Gubernur DIY, tim dari Jerman mencari sungai bawah tanah melalui Goa Bribin.

Tim tersebut kemudian menemukan sungai dengan debit air yang cukup menjanjikan untuk dimanfaatkan sebagai sumber air baku.

Lalu tim gabungan dari Jerman dan Indonesia bekerja sama mengukur debit air saat musim hujan dan kemarau  melalui riset selama sekitar empat tahun sejak 2001.

"Kendati di atas permukaan daerah Gunung Kidul kering kerontang, tapi di bawah tanah banyak sungai di antaranya Sungai Bribin, Seropan, Brubug," kata Ari serta menambahkan, debit air Sungai Bribin rata-rata sekitar tiga meter kubik.

Pekerjaan awal untuk mencari sumber air baku dilakukan dengan riset kedalaman serta debit air selama tahun 2000 hingga 2004. Sementara pembangunan fisiknya dilakukan hingga pada 2010.

"Untuk mengangkat air dari gua di kedalaman 105 meter, kami menggunakan lima pipa yang memutar turbin untuk girbox dan menggerakkan pompa untuk mendorong air ke atas," jelas Ari.

Air dari atas permukaan Goa Bribin II dialirkan ke tempat penampungan yang jaraknya 3,6 kilometer.

Debit air yang ada di Sungai Bawah Tanah Bribin pada musim kemarau 1.000 liter dan bertambah menjadi 4.000 liter pada musim hujan.

"Air didorong ke atas dengan kapasitas 40 liter per detik dan baru dapat menyediakan kebutuhan air baku bagi 97 ribu jiwa di 13 desa dan lima kecamatan," kata Ari.

Dia mengatakan satu reservoir dapat menampung air sekitar 500 meter kubik dan Kementerian Pekerjaan Umum membangun dua reservoir untuk menampung air dari Sungai Bribin.

Sejak 2010, pipa berdiameter sekitar satu meter membentang dari Goa Bribin melewati bukit batu gamping di Kecamatan Semanu untuk membawa air dari dalam tanah ke dua reservoir di Kabupaten Gunung Kidul.


Sungai Goa Bribin

Pengunjung harus menggunakan lift untuk turun ke kedalaman 105 meter untuk melihat instalasi mikrohidro di bawah tanah di Sungai Goa Bribin.

Suara bising putaran turbin terdengar memekakkan telinga saat memasuki ruang dengan jajaran pipa besar berwarna biru itu.

Sumber air Sungai Bribin tidak terlihat karena bendungan berdinding semen tebal menutup seluruh bagian sungai Bribin dan sisa air dari pemutar turbin kembali dibuang melalui lima pipa.

Instalasi air baku Bendung Sungai Bawah Tanah (BSBT) Goa Bribin merupakan satu-satunya fasilitas penyediaan air baku pertama dari bawah tanah di dunia.

Jika BSBT Bribin berhasil, Kementerian Pekerjaan Umum akan menggunakan teknologi itu untuk mengatasi masalah kesulitan air di daerah lain.


Penggunaan Teknologi Nuklir

Kementerian Pekerjaan Umum dan pemerintah Jerman bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) untuk merunut arah aliran sungai serta mencari interkoneksi sungai di Goa Bribin dengan aliran sungai lain.

"Kami menggunakan isotop Iodine-131 atau Brom 32 yang berumur paruh pendek untuk menjadi perunut aliran sungai," kata Iswantoro, staf BATAN Yogyakarta yang bertanggung jawab menangani BSBT Goa Bribin.

"Kami menemukan Sungai Bribin ini bermuara ke Pantai Baron karena menemukan sisa-sisa radio isotop. Namun perlu diketahui bahwa isotop yang kami gunakan tidaklah berbahaya karena berumur paruh pendek," jelas dia.

Menurut penelitian BATAN, Sungai Goa Bribin tersambung ke sejumlah sungai di goa lain, termasuk Sungai Jurang Jero dan Sungai di Goa Greneng.

BATAN juga menggunakan teknologi nuklir untuk mencari interkoneksi Sungai Seropan yang akan menjadi lokasi proyek BSBT Kementerian Pekerjaan Umum dan pemerintah Jerman.

Menurut Iswantoro, radioisotop telah dilepas di sungai bawah tanah Seropan namun peneliti belum menemukan sisa-sisa radioisotop di sungai bawah tanah lainnya.

"Ketika kami melepas radioisotop di Seropan, kami tidak menemukan radio isotop di Pantai Baron. Selain itu kami juga tidak menemukan di Pantai Krakal dan wilayah timur. Sungai ini juga tidak terhubung dengan Bribin," katanya.

Peneliti menyatakan bahwa Sungai Seropan tidak terkoneksi dan merupakan sungai bawah tanah yang bisa menjadi lokasi proyek BSBT seperti Bribin.

Goa Sungai Seropan jaraknya sekitar dua kilometer dari Sungai Bribin dan karakteristiknya berbeda.

Di Bribin peneliti harus masuk ke dalam goa secara vertikal, tapi di Seropan peneliti bisa masuk ke dalam goa secara horizontal.

Semak belukar dan talas-talasan tumbuh di Goa Seropan yang berlumut dan memiliki batu-batu kapur dan stalaktit.

Setelah sekitar 200 meter berjalan di dalam remang-remang cahaya lampu bohlam kuning, terlihat bendungan dengan lebar sekitar lima meter yang dialiri air.

Air terjun menggerakan turbin di goa ini.

"Air terjun terletak di ujung goa jika pengunjung mengikuti aliran air. Peneliti Jerman pernah menuruni air terjun itu, namun baru pada sampai jarak 12 meter dari puncak dan belum pernah sampai ke dasar air terjun," kata Ari.

Menurut Ari, Sungai Seropan bisa menjadi sumber air baku, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan air minum tapi juga untuk kebutuhan irigasi persawahan

"Air dari bawah tanah ini jika memang bisa didorong semua keluar maka Kabupaten Gunung Kidul tidak lagi menjadi wilayah rawan kekeringan," demikian Ari Reza.

Oleh Bayu Prasetyo
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013