Bamako (ANTARA News) - Pasukan keamanan Mali menangkap Jenderal Amadou Sanogo, pemimpin kudeta yang menjebloskan negara itu ke dalam kekacauan tahun lalu, kata kementerian pertahanan, Rabu.

Sanogo bulan ini berulang kali mengabaikan panggilan kementerian kehakiman untuk interogasi mengenai kematian enam orang selama protes militer pada September, lapor Reuters.

Kementerian pertahanan tidak memberikan penjelasan terinci lebih lanjut mengenai penahanan Sanogo dan hanya mengatakan, ia ditangkap oleh pasukan.

Seorang diplomat mengatakan, Sanogo juga diburu untuk diinterogasi mengenai kematian dan hilangnya prajurit-prajurit yang berusaha menentang kudetanya tahun lalu.

Boubacar Diallo, seorang saksi di luar pangkalan militer Djicoroni di Bamako dimana Sanogo diyakini berada, mengatakan, ia melihat pasukan bersenjata berat tiba di lokasi itu pada Rabu pagi.

Presiden baru Mali Ibrahim Boubacar Keita yang terpilih pada Agustus mendapat tekanan agar memulihkan otoritas pemerintah baik di jajaran militer maupun di wilayah utara yang pernah diduduki kelompok militan.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu hingga mereka diusir oleh pasukan intervensi Prancis.

Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret 2012 dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

PBB telah menyetujui penempatan pasukan penjaga perdamaian berkekuatan sekitar 12.600 prajurit untuk membantu menstabilkan dan mengamankan Mali.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013