Surabaya (ANTARA News) - Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan, Diah Maulida, kembali menegaskan bahwa pemerintah akan memperketat pengawasan penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA), agar tidak disalahgunakan untuk praktek "transhipment" atau pengiriman barang dari negara-negara yang terkena kebijakan "safeguard", anti dumping maupun pembatasan kuota. "Kita tidak dikenai kebijakan itu. Karenanya, kita tidak menghendaki SKA dari Indonesia disalahgunakan untuk komoditi dari negara yang terkena kebijakan tersebut," kata Diah, di,sela-sela Rapat Koordionasi Antar Instansi Penerbit SKA (Tekstil dan Produk Tekstil, Udang dan Alas Kaki), di Surabaya, Rabu. Untuk memperketat pengawasan, Departemen Perdagangan akan melakukan rekonsiliasi penerbitan SKA ke pusat dengan cara otomasi penerbitan dokumen tersebut secara "online", sehingga bisa terpantau setiap saat. Ia mengakui bahwa selama ini otomasi penerbitan SKA yang bisa diakses secara online belum berjalan dengan baik, karena belum semua institusi penerbit SKA memiliki perangkat yang menunjang. Instansi penerbit SKA saat ini ada 193, sedangkan untuk SKA komoditi TPT, udang dan sepatu (alas kaki) sebanyak 14 instansi. Selain itu, pemerintah menurut rencana akan menelusuri 900 perusahaan yang melakukan ekspor guna mengetahui secara pasti mengenai asal barang. Menurut dia, praktek penyalahgunaan SKA hingga kini belum ditemukan, tapi diakui bahwa selama ini kekhawatiran negara-negara tujuan ekspor, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa. Kekhawatiran itu menyangkut tiga hal, yakni mengenai keabsahan atau keaslian formulir, keabsahan isiannya dan keabsahan barang yang dimuat. Indonesia banyak menjadi incaran untuk melakukan "transhipment", karena dengan mengantongi SKA dari Indonesia maka barang-barang yang diekspor dari suaru negara mendapat perlakuan khusus, diantaranya tidak dikenakan Bea Masuk (BM). Sementara itu, Ketua Bidang Hubungan Pemerintahan DPP Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudradjat Usman, dalam kesempatan yang sama menyatakan, mendukung upaya pengamanan dalam penerbitan SKA, tapi hendaknya tidak mengabaikan sisi layanan kepada pelaku usaha. Ade yang juga Ketua Umum DPD API Jabar mengemukakan, jika SKA disalahgunakan, kemungkinan penyalahgunaan tersebut terdiri dari tiga modus, yakni barangnya diimpor ke Indonesia, kemudian diganti "baju" dengan buatan Indonesia (made in Indonesia) sebelum dikirim ke negara tujuan. Modus lainnya, barang yang akan diekspor tidak masuk ke Indonesia, tetapi di negara ketiga dalam kawasan berikat, selanjutnya dikirim kontainer kosong dari Indonesia berikut dokumennya secara lengkap, serta barang dikirim langsung ke negara tujuan, sedangkan dokumen didatangkan dari Indonesia. (*)

Copyright © ANTARA 2006