Kasus ini dilimpahkan oleh Bareskrim Mabes Polri ke Kejaksaan Tinggi Riau, kemudian untuk tahap II ke Kejaksaan Negeri Pekanbaru.
Pekanbaru (ANTARA News) - Kejaksaan Negeri Pekanbaru menindaklanjuti kasus tindak pidana pencucian uang dalam kasus penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) di perairan Selat Malaka tepatnya dilepas pantai Kota Dumai, Provinsi Riau, yang baru saja dilimpahkan oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

"Kasus ini dilimpahkan oleh Bareskrim Mabes Polri ke Kejaksaan Tinggi Riau, kemudian untuk tahap II ke Kejaksaan Negeri Pekanbaru," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Mukhzan, kepada wartawan di Pekanbaru, Selasa.

Ketiga tersangka itu antara lain Y, AA dan D alias A. Di mana tersangka Y merupakan Senior Supervisor Pertamina, sedangkan tersangka D merupakan pegawai harian lepas di Pertamina.

Barang bukti yang diserahkan oleh Penyidik Bareskrim Mabes Polri di antaranya adalah berupa 65 sertifikat toko, empat unit mobil truk, satu unit alat berat eskavator, satu unit alat berat jenis Beko, uang Rp1,2 miliar dan kini berada dalam rekening Mabes Polri, dan dokumen-dokumen menyangkut perkara tersebut.

Pihak kejaksaan menjelaskan, kasus tersebut terkait dengan terungkapnya rekening gendut milik NK, seorang pegawai Pemerintah Kota Batam yang memiliki rekening senilai Rp1,3 triliun.

NK selama ini disebut merupakan adik kandung dari pengusaha BBM asal Kota Batam, AM alias Abob, yang terkait dengan kasus pencucian uang hasil penyelundupan BBM ini. Keduanya kini sudah ditangkap oleh Bareskrim Mabes Polri.

Kasus ini mengungkap transaksi jual beli BBM secara ilegal yang dilakukan di tengah laut atas kapal Mt Towo, MV Melissa, SPBO Miduk, MV Triaksa 15, dan MV Santana yang disewa oleh PT Pertamina (Persero) dari RU II Dumai, Sei Pakning dan Tanjung Uban menuju terminal BBM Sei Siak Riau.

Modusnya adalah para pelaku memanfaatkan kebijakan Pertamina terkait kelonggaran penyusutan BBM akibat penguapan diperjalanan saat menuangkan BBM dari kilang ke kapal, dan dari kapal ke tempat tujuan sebesar 0,30 persen. Para menyiasatinya dengan melebihkan muatan kapal dan menjualnya secara ilegal dengan dalih BBM yang berkurang itu merupakan akibat penguapan.

Dalam perjalanan ditengah laut, kapal yang disewa Pertamina mengeluarkan isi muatan atau istilahnya "kencing" ke kapal milik AM. Dalam pengalihan muatan inilah tersangka dari Pertamina, Yusri dan Dunun terlibat untuk memanipulasi bahwa BBM yang keluar merupakan "lost" karena penguapan.

Dari kapal AM itu isi muatan BBM kemudian dijual ke pasar gelap, yang uang hasil penjualannya dikirim ke tersangka NK untuk dimasukan ke rekening empat perusahaan yang merupakan modus pencucian uang. Kemudian dari sana tersangka NK membagikan lagi uang tersebut ke rekening-rekening pelaku yang terlibat termasuk juga ke tersangka dari Pertamina hingga ke Anak Buah Kapal (ABK) kapal Pertamina yang membantu kejahatan tersebut.

Hasil Audit BPKP menyabutkan nilai kerugian keuangan negara dari perbuatan para tersangka mencapai Rp149.760.938.624. Para tersangka diancam pasal 2 ayat 1 jo Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 UU 31/1999 jo. UU 30/2001 Tentang Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Kemudian Pasal 3 jo Pasal 6 UU 15/2002 jo UU 25/2003 tentang Tindap Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, serta Pasal 3 jo Pasal 5 UU No.8/2010 tentang TPPU jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

(F012)

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014