Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonanan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) dan delapan badan hukum privat lain terkait dengan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Jakarta, Rabu.

Para pemohon menggunggat Pasal 102 dan Pasal 103 UU 4/2009 (UU Minerba), karena merasa dirugikan atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusional mereka dengan berlakunya kedua pasal tersebut.

Pasal 102 dan Pasal 103 tersebut mengatur mengenai kewajiban pemegang IUP dan IUPK untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan batubara, dan mengolah serta pemurnian hasil pertambangan di dalam negeri, sebagai salah satu cara menjamin ketersediaan bahan baku industri pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, sekaligus menjaga kelestarian sumber daya alam.

Kedua pasal ini digugat oleh Apemindo karena dalam tingkat implementasi diartikan oleh Pemerintah sebagai larangan ekspor bijih atau material mentah secara langsung.

Kendati demikian MK menimbang bahwa hasil pertambangan merupakan sumber kekayaan alam yang dikuasai oleh negara.

"Maka negara berhak melakukan pengaturan terhadap sumber daya mineral dan batubara yang ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," ujar hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.

Oleh karena itu MK berpendapat bahwa Pasal 102 dan 103 UU Minerba diberlakukan dalam rangka melindungi sumber daya mineral dan batu bara guna diperlakukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sebagaimana ditentukan oleh UUD 1945.

Terkait dengan dalil para pemohon berkenaan dengan larangan ekspor yang kemudian menjadi salah satu penyebab ratusan perusahaan tambang gulung tikar, menurut mahkamah perusahaan itu tidak akan gulung tikar bila sejak awal perusahaan tersebut memiliki komitmet yang kuat untuk melaksanakan kebijakan peningkatan nilai tambah, melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian tersebut.

Pewarta: Maria Rosari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014