Washington (ANTARA News) - Lebih dari selusin ilmuwan top Amerika Serikat, yang di antaranya para peneliti nuklir dan peraih hadiah Nobel, dalam satu surat kepada Presiden Barack Obama, Sabtu waktu AS, memuji kesepakatan nuklir Iran sebagai pencapaian keamanan besar, lapor New York Times seperti dikutip AFP.

Surat dua halaman dari para pakar nuklir terkenal di dunia ini menjadi penyemangat Obama yang tengah melancarkan upaya besar menjual kesepakatan ini kepada para anggota Kongres AS yang umumnya skeptis.

Dalam surat itu para ilmuwan mengatakan kepada Presiden AS bahwa kesepakatan nuklir Iran akan memajukan perdamaian dan keamanan di Timur Tengah serta bisa menjadi landasan untuk kesepakatan-kesepakatan non proliferasi nuklir di masa depan.

Piagam Iran, kata para ilmuwan, menghadapi kendali lebih ketat dibandingkan dengan kerangka non proliferasi nuklir sebelumnya.

Ada 29 tandatangan dalam surat ini. Mereka ada yang menjadi ahli fisika yang menduduki posisi tinggi di militer, yang lainnya menjadi penasihat Kongres, Gedung Putih, dan lembaga-lembaga pemerintah.

Di antara mereka adalah Leon Cooper dari Universitas Brown University; Sheldon Glashow dari Universitas Boston; David Gross dari Universitas California, Santa Barbara; Burton Richter dari Universitas Stanford; dan Frank Wilczek dari Institut Teknologi Massachusetts (MIT). Mereka semua adalah peraih Nobel.

Negara-negara dalam apa yang kemudian disebut P5+1 --Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, Tiongkok dan Amerika Serikat -- telah menandatangani sebuah kesepakatan bulan lalu dengan Iran yang memastikan Teheran tidak menciptakan bom nuklir, dengan imbalan dicabutnya sanksi ekonomi kepada Iran.

Sebagai bagian dari kesepakatan itu, Badan Energi Atom Internasional, akan memverifikasi bahwa Iran memang memangkas skala fasilitas nuklirnya, yang akan menjadi jalan bagi dicabutnya sanksi ekonomi oleh PBB, AS dan Uni Eropa.

Gedung Putih melakukan lobi besar-besaran untuk meyakinkan Kongres yang didominasi kubu Republik untuk mendukung kesepakatan ini, demikian AFP.





Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015