Labuhan Maringgai, Lampung (ANTARA News) - Banyak nelayan tradisional di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur memilih menangkap udang jerbung yang bernilai ekonomis cukup tinggi.

Rusyanto, nelayan di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai, Minggu, menyatakan, nelayan tradisional di desa itu saat ini memilih menangkap udang jerbung yang dihargai tinggi oleh para tengkulak.

Menurut dia, sekali melaut nelayan di desanya bisa mendapatkan 5-10 kilogram udang jerbung.

Udang jerbung yang didapatkan itu dibeli oleh para tengkulak setempat. Para tengkulak itu menghargai udang jerbung yang didapatkan para nelayan Rp100 ribu hingga Rp150 ribu perkilogram, tergantung dengan ukurannya.

Menurut dia, semakin kecil size-nya berarti ukuran udang tersebut semakin besar dan harganya akan semakin mahal.

"Udang jerbung AK dengan size 20 atau ukuran besar dihargai Rp150 ribu, sedangkan size 30 dihargai Rp100 ribu," kata Rusyanto lagi.

Aris, tengkulak setempat menyebutkan dalam sehari bisa mengumpulkan hingga 150 kilogram udang jerbung yang dibeli dari beberapa nelayan setempat yang dibinanya selama ini.

Dia menyatakan, udang jerbung setiap tahunnya selalu banyak didapat nelayan setempat saat musim timur yang jatuh di bulan Juni hingga November, sedangakan di bulan Desember hingga Mei tahun berikutnya nelayan tradisional setempat menangkap kepiting rajungan dan ikan laut lainya.

"Itu rutin setiap tahunnya tangkapan nelayan di daerah sini," katanya pula.

Selain menangkap udang jerbung, nelayan juga menangkap udang peci dan krosok.

Aris menyebutkan di daerahnya saat ini jenis udang peci dihargai Rp60 ribu per kg, sedangkan udang krosok Rp35 ribu per kg, dan udang krosok kecil atau udang sayur dihargai Rp26 ribu per kg.

Udang jerbung namanya memang tidak terlalu familiar terdengar, dan merupakan salah satu spesies dari famili Penaeidae.

Udang jerbung (Penaeus merguiensis) merupakan kekayaan alam hayati yang tersebar luas hampir di seluruh Indonesia.

Udang jerbung atau udang putih bahkan sangat terkenal di mancanegara dengan nama lokal masing-masing, seperti di Australia (Banana Prawn/White Prawn), Jepang (Tenjikuebi/Banana Ebi), Malaysia (Udang kaki merah/Udang pasir), Pakistan (Jaira), Filipina (Hipon buti), dan Thailand (Kung chaebauy).

Habitat yang disukai udang adalah dasar laut (10-45 m) yang lumer, biasanya terdiri dari campuran lumpur dan pasir. Daerah paparan yang banyak menerima aliran sungai adalah daerah yang disenangi udang.

Udang menyenangi daerah yang terjadi pencampuran air sungai dengan air laut (estuaria), karena di daerah ini banyak terdapat makanan serta zat-zat hara yang dibutuhkan udang.

Karena itu, daerah di sekitar muara sungai merupakan kawasan yang baik bagi udang. Besar kecilnya, banyak sedikitnya sungai yang bermuara ke suatu daerah akan menentukan luas atau sempitnya daerah udang di suatu perairan.

Udang jerbung aktif mencari makan pada siang hari, tidak meliang dan hidup di dasar perairan yang keruh (Penn, 1984), sehingga penangkapan udang jerbung lebih baik dilakukan siang hari. Karena itu, nelayan melakukan penangkapan udang jerbung di siang hari.

Berdasarkan data dari FAO, Indonesia merupakan negara penghasil udang jerbung terbesar di dunia. Jumlah produksinya dapat mencapai sekitar 65 ribu ton, sebanding dengan ketersediaan sumberdaya udang jerbung di perairan Indonesia.

Selain itu, banyak jenis alat tangkap di Indonesia yang menjadikan udang jerbung sebagai hasil tangkapan utama, yaitu jatilap (trammel net), jaring dogol, bubu (perangkap), dan jaring lainnya yang dioperasikan menyapu dasar perairan.

Pewarta: Budisantoso B & Muklasin
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015