kalian mungkin mengakui kami sebagai sebuah negara di PBB tetapi kami berada di bawah pendudukan dan kalian tak boleh melupakan itu
Jakarta (ANTARA News) -  Melekat pada tali tiang bendera yang dibasahi air hujan, sehelai kain yang tak segera diketahui bentuk identitas atau karakter nasional apa yang dilambangkannya, dikerek di Perserikatan Bangsa Bangsa, diiringi tepuk tangan, sorak sorai dan merujuk simbolisme serta harapan.

Akhirnya angin bertiup, dan bendera hitam, hijau, merah dan putih Palestina itu berkibar bebas untuk pertama kalinya di PBB setelah Majelis Umum menerima satu resolusi 10 September lalu untuk mengakui wilayah yang diduduki Israel sebagai sebuah negara.

Para diplomat dan staf berbaris berjajar di lapangan rumput tersiram air hujan di Rose Garden, PBB, di East River, guna menyaksikan pengibaran bendera itu.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menjadi orang pertama yang menyebutkan harapan, kendati dia berhati-hati sekali mengenai harapan apa yang disimbolkan dari sebuah bendera yang berkibar.

Sepertinya asa itu bukan merujuk harapan terwujudnya sebuah negara dalam waktu yang segera, melainkan suatu hari nanti.

"Ini hari membanggakan bagi bangsa Palestina di seluruh dunia. Ini hari penuh harapan. Ini adalah pengingat bahwa simbol itu penting," kata dia.

"Semoga pengibaran bendera ini memberi harapan bagi bangsa Palestina dan komunitas internasional bahwa kenegaraan Palestinian dalam jangkauan."

Bendera ini juga pengingat bahwa simbol tidak sembarangan bagi negara.

"Bendera itu gampang," kata seorang pejabat Eropa yang mengikuti upacara pengibaran bendera Palestina itu.

"Ada banyak suara nyaring yang menentangnya dari Israel dan Amerika, tetapi setidaknya itu bukan peta. Bayangkanlah menggambar batas-batas negara."

Presiden Palestina Mahmoud Abbas memproklamasikan pengibaran bendera itu sebagai perlambang.

"Hari dikibarkannya bendera ini di seluruh Negara Palestina akan segera terwujud. Di Yerusalem, ibu kota Negara Palestina kami," kata dia.

Tentunya tak semua orang yang hadir pada upacara di PBB itu bersetuju dengan kalimatnya.

Beberapa menit sebelum upacara, Abbas berbicara panjang lebar di Majelis Umum PBB mengenai kegagalan selama lebih dari dua dekade perjanjian dan negosiasi damai dalam  mengantarkan Negara Palestina yang sudah banyak dijanjikan orang.

Abbas terlihat putus asa dan sedih saat dia menyatakan Perjanjian Perdamaian Oslo adalah kegagalan, lalu mengancam mundur dari perjanjian itu dengan membiarkan Israel memikul sendiri tanggung jawab dan ongkos dari pendudukan penuhnya di tanah Palestina.

Di luar Rose Garden, Ghadeer Tarazi, perempuan warga Jerusalem, New York, kelahiran Palestina dan besar di Ramallah sebelum bekerja di PBB, bertepuk tangan begitu bendera Palestina dinaikkan.

"Saya senang sekali. Ini hari yang agung untuk bangsa Palestina dan Palestina. Ini pengakuan atas hak bangsa Palestina untuk memiliki negara. Ini adalah pengakuan bahwa seluruh dunia mengakuinya. Tapi saya berharap ini bukan semata simbol. Saya berharap ini berubah menjadi keadilan bagi bangsa Palestina," kata dia.

Tarazi tak yakin itu akan terwujud. Perempuan ini menyimak pidato Abbas dan tidak terlalu optimistis.

"Saya kira perubahan seharusnya terjadi. Kita mesti menyadari hal itu mengingat (Perjanjian) Oslo tidak mewujudkan apa-apa dalam menolong rakyat Palestina. Kita tak bisa cukup hanya di sini," kata dia.

Dan memang ada kecurigaan luas di kalangan rakyat Palestina bahwa itu hanya akan berlaku sebatas ini karena dengan cara begitu Israel dan sebagian besar dunia terpuaskan.

Seorang pejabat Palestina yang menolak menyebutkan namanya menyatakan bahwa Abbas yang akrab dipanggil Abu Mazen, menyuarakan apa yang lama diyakini bangsa Palestina: bahwa Israel tidak mematuhi Perjanjian Oslo dengan menghalang-halangi pendirian sebuah negara berdaulat dan bahwa negosiasi dengan pemerintahan Binyamin Netanyahu hanya akan mengekalkan pendudukan, bukan mengakhirinya.

Singkatnya, UU Otoritas Palestina tidak dibuat unuk rakyat Palestina, melainkan demi memenuhi kepentingan Israel.

"Netanyahu sejak lama menyatakan (Perjanjian) Oslo telah mati. Abu Mazen hanya menegaskan kembali. Dia berkata, kalian mungkin mengakui kami sebagai sebuah negara di PBB tetapi kami berada di bawah pendudukan dan kalian tak boleh melupakan itu," kata sang diplomat.

"Saat ini Israel punya jalan bebas.  Tak ada konsekuensi dari pendudukan. Komunitas internasional membayar ongkos pendudukan. Segalanya harus berubah. Sungguh ini pengakuan kalah."

Jadi, akankah pidato Abbas itu mengubah segalanya? "Saya meragukannya. Abu Mazen kehilangan kredibilitas di kalangan rakyat Palestina," kata dia .

Upacara selesai, bendera diturunkan untuk dipasang dan dikibarkan kembali di ujung deretan bendera-bendera nasional di depan markas besar PBB.

Bendera Palestina ini akan terus berkibar di samping bendera Vatikan, anggota PBB non negara lainnya.

sumber: The Guardian

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015