Jakarta (ANTARA News) - Pengurus The Indonesian Olefin and Plastic Industry Association (INAPLAS) meminta Presiden Joko Widodo memperpanjang pemberlakuan kebijakan ekonomi terkait tax holiday yang ditetapkan 5 tahun diperpanjang menjadi 8-10 tahun.

"Sekarang tax holiday yang diberikan kepada industri petrokimia hanya 5 tahun. Bagi kami tahun 1-3 masih minus itu sudah pasti karena kita padat modal jadi hanya dua tahun saja yang bisa dimanfaatkan," kata Wakil Ketua Umum INAPLAS Suhat Miyarso saat konferensi pers usai bertemu Presiden di Kantor Kepresidenan Jakarta, Senin.

INAPLAS bersama Gabungan Industri Aneka Tenun Plastik Indonesia (GIATPI) diterima Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka untuk membahas pengaruh paket kebijakan ekonomi terhadap industri.

Suhat mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta kepada Presiden agar industri Petrokimia dan turunannya dari hilir ke hulu diberikan tax holiday yang lebih panjang.

"Misalnya 8 tahun dan kalau bisa 10 tahun, sehingga pengaruhnya cukup untuk meningkatkan daya saing dengan produk sejenis lainnya dari luar negeri," harapnya.

Dalam pertemuan dengan Presiden, Miyarso mengakui bahwa paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah telah sedikit membantu industri untuk bertahan dalam situasi krisis ekonomi saat ini.

"Terutama paket kebijakan ekonomi III yang memberikan penurunan tarif listrik dengan memberikan diskon selama 9 jam untuk pemakaian jam 23.00 WIB hingga 08.00 WIB bisa mengurangi biaya produksi hingga 1-5 persen," kata Miyarso.

Wakil Ketua Umum INAPLAS ini mengungkapkan kondisi industri Petrokimia saat ini pertumbuhannya di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.

"Padahal sebaiknya lebih tinggi, karena salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional," kata Miyarso.

Dia juga menyampaikan kepada Presiden terkait kesulitan-kesulitan yang dihadapi industri petrokimia dan turunannya adalah masalah kesulitan bahan baku dan persoalan lahan untuk membuka pabrik baru.

Terkait kebijakan ekonomi yang menyerdahanakan perijinan di pusat dan daerah untuk investasi pembangunan pabrik, Miyarso meminta untuk segera diimplementasikan.

"Ini kan baru dimulai kita belum tahu hasilnya seperti apa, sangat berharap bisa diimplementasikan dan bisa memperpendek izin yang ada," harapnya.

Namun, Miyarso mengatakan bahwa pihaknya menyoroti masalah Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Daerah yang tidak ramah investasi dan telah disampaikan kepada Presiden untuk ditinjau kembali.

"Peraturan Pemerintah Peraturan Daerah yang tidak ramah investasi sekarang ada dua, yakni izin gangguan dan pengenaan restribusi," ungkapnya.

Menurut Miyarso, industri petrokimia merupakan industri besar dan memiliki resiko besar sehingga diwajibkan memiliki AMDAL (Analisis Masalah Dampak Lingkungan).

"Tetapi ada Perda yang meminta lagi izin gangguan. Padahal ijin gangguan itu sudah menjadi bagian dari AMDAL yang sudah kita buat, jadi ada duplikasi yang seharusnya tidak ada perizinan yang tidak perlu," katanya.

Kedua, kata Miyarso, mengenai izin baru yang harus dikenai retribusi, dimana restrubisi ini sama dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).

"Ini yang diampaikan kepada Presiden untuk ditinjau kembali," katanya.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015