Jakarta (ANTARA News) - Hingga kini berbagai bentuk diskriminasi dari masyarakat masih para ODHA (orang dengan HIV-AIDS) alami, salah satunya, pelarangan ODHA anak bermain dengan sebayanya, menurut konselor voluntary counselling and testing (VCT) dari Yayasan Pelita Ilmu (YPI), Tika Surya Atmaja. 

"Diskriminasi terhadap ODHA di lapangan masih ada walaupun sudah tidak seberat dulu. Contoh yang pernah nyata terjadi ada ODHA anak hidup di lingkungan padat penduduk di kawasan Jakarta Selatan. 

Waktu dia hendak main ke luar rumah bersama teman-teman sebayanya, para orang tua anak-anak tetangga itu melarang," ujar dia kepada ANTARA News di Jakarta, Selasa. 

Tak hanya itu, lanjut Tika, adapula orang tua yang seketika menyiram bekas tempat ODHA anak buang air dengan air panas, karena takut orang-orang di sekitarnya tertular virus lewat air seni. 

"Waktu dia (ODHA anak) buang air kecil, ada seorang ibu yang langsung mebawa air panas untuk menyiram bekas air kencingnya. Katanya biar enggak menularkan," tutur dia. 

Padahal, ahli kesehatan telah mengungkapkan, penularan HIV hanya melalui empat jenis cairan, yakni darah orang yang telah terinfeksi, cairan sperma dan vagina orang yang positif HIV(saat berhubungan seksual), serta air susu ibu (ASI) ibu yang sudah positif terkena HIV. 

Selain itu, pembuatan tato, transplantasi organ dan tindakan medis yang tidak menggunakan alat steril juga menjadi media penular HIV. Tika mengatakan, saat ini yayasannya mendampingi sekitar 200 ODA anak yang berasal dari Jabodetabek, Kepulauan Riau dan Indramayu. 

Mereka ini, rata-rata enggan mengungkapkan statusnya saat di sekolah, karena khawatir mendapat penolakan dari orang-orang tua murid dan pihak sekolah. 

Menurut dia, ODHA seharusnya bisa mendapatkan kesempatan hidup sehat dan diterima masyarakat. Namun, sayang, seringkali mereka tak mendapatkan hal ini karena statusnya. 

"Tidak pernah ada yang mau dilahirkan dengan HIV ada di dalam tubuhnya. Oleh karena itu peran dan tanggung jawab semua orang untuk memberikan informasi yang benar tentang cara penularan HIV, bagaimana mencegahnya dan juga mengobatinya," kata dia. 

ODHA anak kebanyakan tertular HIV saat masih bayi, atau dilahirkan dari ibu yang positif terkena HIV. 

Namun, konsumsi obat-obatan antiretroviral (ARV) dapat mencegah penularan virus dari ibu ke anak. Konsumsi obat ini sebaiknya dilakukan sejak ibu merencanakan kehamilannya. Lalu, sebagai upaya pencegahan tertular virus dari ibu, setelah 6 jam dilahirkan hingga berusia 6 minggu, bayi juga perlu mendapat asupan ARV.

Data dari Kementerian Kesehatan mencatat, sejak 2005 hingga September 2015 terdapat kasus HIV sebanyak 184.929. Jumlah kasus tertinggi ditemukan di DKI Jakarta (38.464 kasus), diikuti Jawa Timur (24.104 kasus) dan Papua (20.147 kasus). 

Sementara pada Juli-September 2015 ditemukan sekitar 6.779 kasus HIV dan 68.917 kasus AIDS. Lalu, sebanyak 60.263 orang masih aktif melakukan terapi ARV. 

Bila ditilik dari kelompok umur, untuk kasus AIDS, saat ini 32 persen, di antaranya dialami usia 20-29 tahun, lalu pada usia 30-39 tahun (29,4 persen). Diikuti, usia 40-49 tahun (11,8 persen), 50-59 tahun sebanyak 3,9 persen dan 15-19 tahun sekitar 3 persen.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015