Paris (ANTARA News) - Prancis berencana menganggarkan miliaran euro untuk energi terbarukan dan kegiatan ramah lingkungan lain di bekas jajahannya, Afrika Barat, dan seluruh Afrika selama lima tahun ke depan, kata Presiden Francois Hollande, Selasa.

Afrika menghasilkan sedikit gas rumah kaca, seperti karbondioksida hasil pembakaran bahan bakar fosil. Ilmuwan menghubungkan pembakaran itu berpengaruh terhadap kepesatan perubahan iklim.

Selain itu, pembakaran tersebut juga sangat rentan terhadap perubahan iklim, seiring dengan semakin banyak penduduk pedesaan bergantung pada pertanian tadah hujan.

Hollande mengatakan dalam konferensi di Afrika, yang diselenggarakan sebagai bagian dari perundingan perubahan iklim di Paris, bahwa pemerintahannya akan menggandakan modal di pembangkit energi terbarukan.

Modal tersebut mulai dari kincir angin peternakan untuk tenaga surya dan proyek pembangkit listrik tenaga air di seluruh benua senilai dua miliar euro atau dua miliar dolar AS pada 2006 hingga 2020.

Selain itu, ia mengatakan Paris akan meningkatkan tiga kali lipa menjadi 1 miliar euro per tahun mulai 2020 terkait kontribusi Prancis terhadap permasalahan Afrika dengan penggurunan (proses perubahan tanah subur menjadi padang pasir) dan tantangan perubahan iklim lain.

Sebagian besar modal akan diarahkan pada beberapa daerah jajahan di Afrika barat, daerah di mana Paris memiliki kepentingan keamanan yang signifikan dan telah mengerahkan ribuan tentara untuk memerangi militan Islam.

Salah satu proyek dijuluki "Great Green Wall", yang awalnya ditujukan menciptakan penghalang dari pohon yang menjangkai dari Sahel di Afrika barat hingga ke Sahara di Afrika timur, namun sekarang akan difokuskan kepada pembuatan kantung-kantung pohon guna menghidupkan tanah kembali.

Tujuan lainnya adalah melindungi Danau Chad yang terancam oleh polusi.

Pemimpin Afrika ingin bangsa dengan pencemaran udara terbesar dapat berkomitmen untuk pembiayaan sebagai bagian dari kontribusi ke donasi "Green Climate".

Donasi ini dikelola secara internasional dan diperkirakan dapat menyediakan dana 100 miliar dolar AS per tahun setelah tahun 2020 sebagai cara untuk membiayai negara-negara berkembang terhadap peralihan menuju energi terbarukan, demikian Reuters.

(M053)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015