Jakarta (ANTARA News) - Program Satu Desa Satu Produk atau One Village One Product (OVOP) menuntut Industri Kecil Menengah untuk lebih kreatif mengelola sumber daya daerah, hingga produk-produk dari daerah masing-masing bisa menjadi produk satu-satunya.

"Produk satu-satunya atau Only One adalah produk yang dihasilkan hanya satu-satunya dimiliki oleh daerah tersebut," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin di Jakarta, Selasa.

Selain itu, Saleh juga ingin OVOP menjadi produk nomor satu atau Number One, di mana jumlah yang dihasilkan terdapat di lebih dari satu tempat dan pelaku IKM menjadikan kualitas produknya nomor satu di antara produk sejenis lainnya.

Untuk mewujudkan hal itu, tergantung bagaimana masyarakat atau pelaku IKM mengolah potensi daerah masing-masing, baik sumber daya alamnya, inovasi dan teknologi yang dimiliki.

Diketahui, program OVOP diadopsi dari Jepang, di mana seorang Gunernur Perfektur Oita, Jepang, bernama Hiramatsu melihat jamur berlimpah di daerahnya, yang memiliki banyak khasiat namun diterlantarkan.

Hiramatsu akhirnya mengajak seluruh masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan jamur, yang hanya ada di daerahnya tersebut, agar lebih memiliki nilai tambah.

Peristiwa yang terjadi pada 1960-an itu membuat Jepang mengembangkan OVOP lebih dulu, hingga akhirnya diadopsi beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia dan Thailand.

"OVOP itu memang seperti itu, menggali potensi yang ada di daerah. Dengan begitu, kita mampu bersaing dengan produk dari daerah lain bahkan dari negara lain," ujar Dirjen IKM Kementerian Perindustrian, Euis Saedah.

Pada 2015, Kementerian Perindustrian menganugerahkan piagam OVOP kepada 110 IKM, dengan kategori bintang lima sebanyak 2 IKM, bintang empat 23 IKM, bintang 51 IKM dan bintang lima 34 IKM.

Pewarta: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015