Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pertanian membantah pernyataan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menyebutkan bahwa pupuk bantuan untuk petani kakao telah dipalsukan.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Gamal Nasir di Jakarta Senin menyatakan, upaya LSM dengan menyebar isu yang tidak benar tersebut bisa dikatakan masuk ke dalam tindak pidana, karena sudah merusak salah satu penyuplai pupuk untuk program Gerakan Nasional Peningkatan Produktivitas Kakao (Gernas Kakao).

"Tindak tegas segala sesuatu yang tidak jelas. Apalagi mengatakan ada pupuk palsu. Yang berhak menyatakan palsu atau bukan adalah labolatorium bukanlah LSM," katanya.

Menurut Gamal, berdasarkan penelusuran di lapangan terbukti bahwa pupuk bantuan tersebut bukan palsu, karena sebelum disalurkan ke petani, PT Sucofindo selaku perusahan yang bergerak di bidang riset yang dilengkapi oleh labolatorium sudah melakukan pengujian terhadap sarana produksi tersebut.

Jika LSM menganggap bahwa pupuk bantuan tersebut palsu dengan alasan tidak langsung larut jika diaduk dengan air, lanjutnya, hal itu tidak berdasar, karena memang seperti itu karakteristik pupuk perkebunan.

"Berbeda dengan karakteristik pupuk untuk tanaman pangan yang memang harus langsung larut dengan air. Hal ini karena usia tanaman pangan hanya semusim atau sekitar 3-6 bulan saja, sedang tanaman perkebunan usianya mencapai tahunan," katanya.

Pupuk untuk tanaman perkebunan terutama untuk pengakaran tumbuhan memang harus "slow release", tambahnya, agar pupuk dapat terserap maksimal oleh tanaman perkebunan yang sifatnya tahunan.

Pakar agronomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Sugiyanta membenarkan hal itu serta menambahkan bahwa baik tidaknya mutu pupuk tidak ditentukan dari warna pupuk, melainkan dari kandungan di dalamnya yang harus diuji di lab.

"Perbedaan warna pupuk merah dengan cokelat tidak serta mununjukan pupuk itu palsu atau tidak," katanya.

Secara terpisah, Koordinator Pendamping Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan Aleksander mengatakan, berdasarkan catatan Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan telah terjadi peningkatan produktivitas kakao di Kabupaten Luwu dari yang semula hanya 500 kg/hektar/tahun menjadi 1 ton/hektar/tahun setelah adanya program pupuk bantuan.

"Bagaimana suatu barang dikatakan palsu jika sudah terbukti memberikan dampak peningkatan produktivitas pada tanaman," katanya.

Dia menengarai, LSM yang melempar isu pupuk palsu tersebut agar mendapat perhatian atau bagian dari suatu program seperti pendamping atau pemantau.

Kapolres Luwu AKBP Adex Yudiswan menyatakan, jika LSM ingin mengatakan bahwa terdapat pupuk palsu harus ada pembuktiannya terlebih dahulu.

"Palsu atau tidaknya suatu barang perlu ada pengujian. Bahkan LSM tidak bisa dibenarkan mengklaim sebuah pupuk dinyatakan palsu," katanya.

Menurut dia, di dalam suatu kemasan sebuah pupuk, sebelum disalurkan pasti terteran komposisi dan tanda SNI.

Artinya suatu barang bisa dikatakan palsu jika, pertama, isi didalam kemasan tidak sama atau diganti dengan isi yang berbeda.

Kemudian, jika isi didalam kemasan komposisinya tidak sama dengan yang tertera dengan pada kemasan, atau, dosisnya dikurangi dengan dosis yang seharusnya.

Melihat hal itu, tambahnya, maka harus ada pengujian oleh pihak laboratorium apakah barang tersebut palsu atau tidak, sehingga LSM mengklaim bahwa itu barang palsu.

"Bisa saja LSM tersebut dikenakan tindak pidana jika LSM tersebut tidak bisa membuktikan secara pengujian dari pihak labolatorium. Sehingga dalam hal ini LSM tidak bisa mengklaim ini barang palsu," katanya.

Pewarta: Subagyo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016