Istanbul/Ankara (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan pada Sabtu ia telah menejelaskan kepada mitranya dari Amerika Serikat John Kerry melalui pembicaraan lewat telepon bahwa para pengikut ulama Fethullah Gulen, yang bermukim di AS, berada di balik usaha kudeta.

Tapi Cavusoglu tidak membahas langsung kemungkinan ekstradisi ulama itu.

Satu faksi dalam angkatan bersenjata, yang dipandang pemerintah setia kepada Gulen, berusaha merebut kekuasaan dengan menggunakan tank-tank dan helikopter-helikopter serang pada Sabtu.

Beberapa menyerang markas intelijen Turki dan parlemen Ankara, ibu kota Turki, dan yang lainnya menguasai sebuah jembatan utama di Istanbul.

Sebanyak 161 orang terbunuh, termasuk banyak warga sipil, dalam kekerasan tersebut.

"Topik ektradisi tidak muncul dalam pembicaraan kami kemarin. Namun saya katakan langsung sekali lagi bahwa ini adalah sebuah usaha oleh Gulen yang tinggal di negara mereka, dan strukturnya berada dalam militer," kata Cavusoglu dalam satu wawancara di Ankara.

Presiden Turki Tayyip Erdogan secara resmi menyebut gerakan keagamaan Gulen sebagai kelompok teroris pada Mei dan ia mengatakan ia akan mengejar para anggotanya. Turki telah lama mengajukan permintaan Gulen diekstradisi dari AS.

Cavusoglu mengatakan militer sekarang perlu "dibersihkan" dari pengaruh Gulen.

"Bila pembersihan selesai, militer kami akan lebih kuat, tentara kami lebih kuat, memberikan dukungan dan koordinasi lebih baik kepada NATO," katanya.

Menurut dia, tentara di pangkalan angkatan udara Incirlik di bagian selatan Turki yang digunakan oleh militer AS untuk melancarkan serangan-serangan udara terhadap para militan IS di Suriah, terlibat dalam usaha kudeta dan mereka telah ditangkap.

"Bila operasi-operasi ini rampung, kami akan melanjutkan perang kami terhadap Daesh (IS) bersama negara-negara yang tergabung dalam koalisi, atau dalam kerangka kerja NATO, dan memulai kembali kerja sama dengan NATO," kata Cavusoglu.

Ia juga mengatakan para sekutu Turki, termasuk sekutu dari negara-negara anggota NATO di Barat dan kekuatan-kekuatan regional seperti Arab Saudi, Qatar dan Iran telah menunjukkan dukungan jelas bagi pemerintahan terpilih Turki dan mengeluarkann kutukan atas usaha kudeta tersebut.

Presiden ingin dibunuh

Presiden Tayyip Erdogan telah menuduh para pelaku kudeta berusaha membunuhnya, dan melancarkan pembersihan di tubuh angkatan bersenjata, yang menggunakan kekuatan untuk melakukan kudeta lebih dari 30 tahun lalu.

"Mereka akan membayar mahal atas hal ini," kata Erdogan, yang mendapat protes-protes terhadap pemerintahannya tiga tahun lalu.

"Pergolakan ini merupakan pemberian dari Tuhan kepada kita karena akan jadi alasan untuk membersihkan tentara kita."

Sebuah saluran televisi melaporkan bahwa pembersihan di jajaran instansi keadilan juga sedang berjalan.

Menurut pemberitaan, seorang menteri mengatakan bahwa sejumlah panglima militer ditahan oleh para pelaku kudeta.

Pada Sabtu malam, masih ada kantung-kantung pemberontak tetapi pemerintah menyatakan situasi sepenuhnya terkendali, dengan menyatakan 2.839 orang telah diamankan mulai dari prajurit berpangkat rendah hingga perwira, termasuk mereka yang membentuk "tulang punggung" pemberontakan, demikian seperti dikutip dari Reuters.

(Uu.M016)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016