Paling tidak rodanya sekarang lima. Roda besar dua, roda kecil tiga, untuk di depan dua dan belakang satu
Bandung (ANTARA News) - Tak ada perbedaan mencolok dari kursi roda para petenis paralimpik dari atlet lainnya, semisal bulutangkis.

Dua roda besar di kiri dan kanan dan dua roda kecil di depan dan belakang kursi.

Mantan petenis kursi roda sekaligus Komisi Tennis NPC Indonesia Yasin Onasie bahkan mengatakan kursi roda untuk di lapangan idealnya memiliki lima roda. Dua roda besar dan tiga roda kecil.

"Paling tidak rodanya sekarang lima. Roda besar dua, roda kecil tiga, untuk di depan dua dan belakang satu. Ini untuk keseimbangan, kecepatan kan tinggi, itu kita jaga. Makanya banyak roda," ujar dia kepada ANTARA News di sela penyelenggaraan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV/2016, Kamis.

Roda besar di kiri dan kanan kursi sengaja diciptakan agak miring, demi memudahkan atlet melakukan manuver-manuver sepanjang pertandingan. Ukuran yang umum digunakan yakni 24 dan 27 namun menyesuaikan bentuk tubuh termasuk bokong atlet.

Kemudian untuk jok kursi, idealnya disesuaikan dengan kondisi atlet.

Mereka yang memiliki masalah dari tulang punggung hingga bagian bawah tubuh, perlu kursi yang memiliki bantalan berisi angin.

"Jok untuk tenis lapangan, ada beberapa kategori, polio kaki, amputasi, masalah tulang punggung ke bawah sulit membutuhkan jok untuk menyangga pantat mereka, isinya angin, kalau biasanya busa," tutur Yasin.

"Untuk cacat ganda, tangan lemah, kaki cacat. Sandaran kursi tergantung masalah kecacatan, tetapi yang penting roda itu ringan, enak dipakai, menyatu dengan badan," sambung dia.

Dalam kesempatan berbeda pelatih tenis tim DI Yogyakarta, Cik Den Patra menuturkan, sandaran kursi sebenarnya tidak diperlukan, karena mempengaruhi kekuatan pukulan sang atlet.

"Bisa ada sandaran bisa tidak. Kalau menyandar (atletnya) sebenarnya rugi untuk si atlet, karena kekuatan pukulannya bisa berkurang," kata dia.

Harga kursi roda untuk keperluan olahraga bervariasi, mulai dari Rp15 juta hingga RP100 juta-an, tergantung bahan dan desain kursi. Kursi-kursi yang dipakai atlet merupakan kursi impor dari China dan Taiwan.

"Ada kursi Rp2 juta. Tetapi itu kursi untuk rumah sakit, di Glodok juga banyak. Itu untuk sehari-hari. Sementara kita butuh kursi untuk sport. Kita pakai dari China, paling mahal Rp10 juta," kata Yasin.

Ia bukannya tidak mau membeli produk dari dalam negeri, namun hingga kini belum ada produk lokal yang benar-benar seimbang untuk atlet.

"Dulu sudah pernah coba buatan dalam negeri. Persoalannya bahan harusnya bahan ringan. Keseimbangannya kita enggak seimbang, titik tengahnya ini jadi masalah karena rodanya miring," pungkas Yasin.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016