Bissau (ANTARA News) - Kepolisian ibukota Guinea-Bissau menggunakan gas air mata untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa yang menuntut penyelenggaran pemilihan umum baru, Sabtu.

Permintaan itu sejalan dengan tuntutan negara kawasan agar pemerintah melaksanakan perjanjian untuk mengakhiri krisis politik yang telah berlangsung setahun.

Presiden Jose Mario Vaz memberhentikan Perdana Menteri Domingos Simoes Pereira Agustus tahun lalu. Pemecatan itu menyebabkan partai penguasa PAIGC terpecah, dan membuat pemerintahan negara di Afrika Barat itu berjalan buntu.

Pengunjuk rasa yang membawa papan bertuliskan "Jose Mario Vaz Keluar!" berpawai menuju istana kepresidenan di ibukota Bissau. Mereka menuntut agar parlemen periode tahun ini dibubarkan dan pemilihan umum baru segera diselenggarakan.

Namun aksi mereka pun terhenti setelah polisi membubarkan massa.

Bekas negara jajahan Portugis itu dianggap sebagai negara yang kurang stabil. Pasalnya sembilan kudeta dan percobaan atasnya kerap terjadi sejak 1980.

Instabilitas itu menjadi celah bagi penyelundup kokain yang menjadikan Guinea-Bissau sebagai lokasi transit pengiriman narkotika dari Amerika Selatan ke Eropa.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan krisis politik Guinea-Bissau dapat menguntungkan penyelundup narkotika dan berpotensi memancing "kelompok teroris" menguasai wilayah tersebut.

Kelompok oposisi telah menyepakati perjanjian untuk mengakhiri krisis politik bulan lalu. Namun, implementasinya terbilang lambat.

Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf ikut mengunjungi Bissau, Sabtu, sebagai kepala delegasi negara kawasan ECOWAS yang membantu mediasi perundingan tersebut.

Setelah membahas isu tersebut, anggota perundingan mengajak tiap pihak agar menjalani isi kesepakatan, diantaranya penunjukan perdana menteri baru, pelaksanaan pemerintahan inklusif, dan persetujuan parlemen terhadap program tersebut.

Kesepakatan itu juga mendorong adanya dialog nasional, bertujuan untuk menyetujui pakta stabilitas politik dan pembaruan Undang-Undang serta reformasi lembaga jelang pemilihan umum 2018 mendatang.

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016