Beijing (ANTARA News) - Total korban jiwa dalam peristiwa runtuhnya sarana pembangkit listrik di China Timur yang sedang dalam proses pembangunan, bertambah menjadi 74 orang dengan dua korban lainnya mengalami luka, kata media pemerintah China, Jumat.

Kejadian mematikan lazim terjadi di kawasan industri China sehingga memicu meningkatnya kekhawatiran atas kekurangan baku mutu keamanannya.

Pertumbuhan ekonomi negara tersebut yang cepat sepanjang tiga dasawarsa belakangan, juga dibarengi dengan meningkatnya kecelakaan kerja dalam pertambangan hingga pabrik.

Kantor berita China Xinhua menyatakan sejauh ini sudah 68 orang di antara 74 korban jiwa tersebut yang berhasil diidentifikasi, usia para korban rata-rata antara 23-53 tahun.

Kecelakaan ini terjadi pada Kamis (24/11) pagi di Fengcheng, Provinsi Jiangxi di tengah pembangunan menara pendingin bagi pembangkit listrik tenaga batu bara.

Surat kabar pemerintah China mengatakan kecelakaan tersebut terjadi ketika satu unit mesin derek menara jatuh, memicu rubuhnya keseluruhan konstruksi ketika pekerja dari regu malam digantikan oleh regu pagi.

"Kami akan melakukan pemeriksaan serius atas penyebab kecelakaan dan menahan siapapun yang bertanggungjawab," kata Gubernur Jiangxi Li Yihuang seperti dikutip Reuters.

Perusahaan yang bertanggung jawab atas fasilitas tersebut, Jiangxi Ganneng Co. mengatakan dalam pengajuan bursa pada Kamis (24/11), bahwa mereka bersikap kooperatif dengan pihak berwenang.

Yang Huanning, Kepala Administrasi Keselamatan Kerja Negara, telah tiba di lokasi untuk mengawasi penyelidikan terhadap penyebabnya dan mengumpulkan barang bukti, kata People Daily.

Surat kabar tersebut juga mengatakan pihak pemerintah daerah mengadakan pertemuan darurat dengan berbagai departemen di seluruh China untuk mempelajari kejadian tersebut dan mengakhiri "bahaya tersembunyi" dan menjamin keamanan masyarakat.

Seiring dengan insiden tersebut, Kantor Berita Xinhua melaporkan bahwa pihak kepolisian telah menahan 13 orang, akan tetapi tidak dirinci lebih lanjut mengenai 13 orang tersebut.

China sendiri telah berjanji memperbaiki catatan keselamatan kerja yang buruknya.

Sementara itu, Presiden Xi Jinping mengatakan bahwa otoritas pemerintah seharusnya sudah belajar dari meledaknya fasilitas penyimpanan bahan kimia berbahaya di pelabuhan kota Tianjin yang menewaskan lebih dari 170 orang pada tahun lalu.

Tidak lama setelah ledakan itu, Yang Dongliang dipecat dari jabatannya sebagai direktur Administrasi Negara untuk Keselamatan Kerja, kemudian didakwa dengan tudingan korupsi.

Dalam pengadilan yang berakhir pada Kamis, dia mengaku menerima suap dan hadiah senilai 4,12 juta dolar AS. Hukuman untuk Yang akan diputuskan pada sidang pengadilan lainnya.

Kedua kasus Yang tersebut masing-masing berdiri sendiri, demikian Reuters melaporkan.

(R030/M016)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016