keberagaman itu sendiri sesungguhnya merupakan sifat ke-Indonesiaan kita. Indonesia bukan merupakan batu sebesar truk, melainkan kerikil sebanyak satu truk..
Yogyakarta (ANTARA News) - Studio Pertunjukan Sastra (SPS) Yogyakarta akan kembali menggelar Pesta Puisi Akhir Tahun pada Sabtu (24/12) pukul 19.30 WIB di Amphiteater Taman Budaya Yogyakarta.

"Acara ini sekaligus menandai perjalanan Bincang-bincang Sastra yang sudah digelar hingga edisi ke-134," kata koordinator acara Latief S Nugraha, Rabu.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, ia menjelaskan, pada Pesta Puisi Akhir tahun ini SPS juga menerbitkan sebuah buku kumpulan puisi dengan judul yang sama dengan tema acara, Yogya Halaman Indonesia.

"Buku tersebut berisi puisi-puisi karya para penyair (di) Yogyakarta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia," katanya.

Penyair yang karyanya tertuang dalam buku itu antara lain Ardy Priyantoko dari Wonosobo, Bayu Aji Setiawan dari Siak Sri Indrapura, Bustan Basir Maras dari Majene, Daruz Armedian asal Tuban, dan Hasta Indriyana asal Gunungkidul.

Selain itu ada Indrian Koto dari Padang, Irwan Bajang asal Lombok Timur, Jingga Gemilang dari Aceh Timur, Komang Ira Puspita dari Denpasar, Retno Darsi Iswandari dari Sleman, Shohifur Rido Ilahi dari Sumenep, dan Yopi Setia Umbara dari Bandung.

"Dalam acara ini, puisi-puisi mengenai kampung halaman masing-masing penyair akan dibacakan," kata Latief.

Selain pembacaan puisi, penyelenggara akan menampilkan pertunjukan musik puisi, tari puisi, dan teaterikal puisi dari KMSI UNY, Sanggar Suar, Sanggar Rupagangga, Sanggar Serat Jiwa, dan Teater Topy.

Ia menambahkan, Muhidin M. Dahlan atau Gus Muh juga akan menyampaikan orasi budaya sebagai refleksi perjalanan dunia kepenyairan di Yogyakarta hingga 2016.

Latief mengatakan melalui acara Pesta Puisi Akhir Tahun, SPS ingin menunjukkan potensi para penyair di Yogyakarta.

"Beberapa tahun silam SPS mengangkat konsep serupa namun belum digagas mengenai adanya antologi puisi sebagai arsip peristiwa budaya tersebut. Oleh karena itu, di tahun 2016 ini SPS kembali mengundang sejumlah penyair untuk mengirimkan puisi tentang kampung halamannya dan membacakannya," katanya.

Ia mengatakan, banyak penyair atau sastrawan dari berbagai daerah yang berproses kreatif dan kemudian bermukim di Yogyakarta. Dalam sebuah puisi, penyair Indrian Koto menyebutkan bahwa Yogyakarta adalah tanah "kelahiran kedua".

"Ini dapat dipahami bahwa mereka memiliki kampung halaman tempat kelahiran di daerah masing-masing, dan Yogyakarta adalah kampung halaman kedua tempat mereka kembali terlahir sebagai penyair," katanya.

Ketua Studio Pertunjukan Sastra Mustofa W Hasyim mengatakan, tidak salah kiranya jika menyebut  Yogyakarta sebagai halaman Indonesia.

Banyak orang-orang dari berbagai daerah hidup dan berkarya di daerah istimewa ini. Keragaman itu adalah kekayaan Indonesia yang tercermin dalam masyarakat Yogyakarta.

"Akhir-akhir ini banyak isu yang seakan memecah-belah nilai persatuan dan kesatuan bangsa. Sementara keberagaman itu sendiri sesungguhnya merupakan sifat ke-Indonesiaan kita. Indonesia bukan merupakan batu sebesar truk, melainkan kerikil sebanyak satu truk," katanya.

Itu perlu disadari dan dikukuhkan, katanya. Apalagi saat ini di Yogyakarta sedang diguncang isu tidak sedap akibat tindak kekerasan yang dilakukan oleh pelajar, yang memalukan sekaligus memilukan karena sebagai Kota Pelajar, Kota Pendidikan, seyogianya Yogyakarta menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk belajar.

"SPS melalui acara Pesta Puisi Akhir tahun ini mencoba mempertemukan, tegur sapa antarbudaya yang ada di Indonesia guna merawat persaudaraan masyarakat Yogyakarta," katanya.

Menurut dia, buku kecil Yogya Halaman Indonesia menjadi gambaran betapa Yogyakarya yang juga kecil ini menyimpan banyak potensi kekayaan Indonesia. Puisi-puisi tentang kampung halaman, tentang kerinduan, tentang tempat-tempat yang mengesankan, tentang hal-hal yang khas dan tidak dijumpai di daerah lain, tentang masa lalu yang bahagia dan pilu hadir semua tertuang di sana.

"Semoga hal ini dapat menegaskan bahwa Indonesia yang tersusun dari batu suku bangsa yang berbeda-beda ini dapat menjadi bangunan kokoh dalam persatuan dan kesatuan," katanya.

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016