Mereka kooperatif dalam pemeriksaan, dan kita lakukan pendampingan."
Bogor (ANTARA News) - Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Bogor menetapkan 12 tersangka dari 20 orang yang diamankan terkait kasus perusakan markas  organisasi masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) di Kecamatan Ciampea pada Jumat dinihari (13/1).

"Dari 20 orang yang diamankan Jumat kemarin, Polres Bogor menahan 12 orang yang kita tetapkan sebagai tersangka, delapan orang lainnya sudah diperbolehkan pulang," kata Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Kabupaten Bogor AKBP Andi Moch Dicky, Sabtu.

Ia menyebutkan, dari 12 orang tersebut ada lima di antaranya masih berstatus di bawah umur. Mereka dikenai Pasal 170 KUHP tentang perusakan dan Pasal 187 KUHP terkait pembakaran. Kepolisian juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi sekaligus mengumpulkan barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP).

"Aparat juga sudah melakukan gelar perkara, dan menetapkan tersangka Jumat malam tadi," katanya.

Adapun delapan orang yang diperbolehkan pulang, menurut Dicky, aparat kepolisian tidak menemukan bukti dan unsur tindak pidananya belum terpenuhi maupun tidak terbukti terkait peristiwa tersebut, sehingga dibolehkan pulang sejak Jumat malam.

"Yang jelas delapan orang ini untuk sementara tidak memenuhi unsur dan tidak terbukti," katanya.

Terkait status 20 orang yang diamankan pascakejadian penyerangan dan pembakaran markas GMBI di Ciampea apakah anggota dari Front Pembela Islam (FPI) atau bukan, Dicky menyebutkan bahwa hal tersebut telah dijelaskan dalam pertemuan mediasi yang dihadiri kedua ormas pada Jumat kemarin.

"Seperti yang disampaikan dalam pertemuan kemarin oleh Ketua DPC FPI Kabupaten Bogor, KH Burhan, menyatakan bahwa yang melakukan penyerangan bukan anggota FPI, tetapi simpatisan. Dan, FPI tidak tahu menahu permasalah ini," katanya.

Dicky mengemukakan bahwa pihaknya tidak menyimpulkan apakah mereka yang diamankan adalah anggota FPI atau bukan, karena polisi lebih fokus pada penyelesaian masalah dan tegaknya hukum.

"Siapa pun itu dari kelompok mana, ormas manapun, kalau melanggar hukum akan kita proses dengan aturan yang berlaku," katanya.

Dalam laporan kepolisian, dinyatakannya, 12 orang yang ditahan ada tujuh orang dewasa dan lima di bawah umur. Mereka seluruhnya terdiri dari seorang guru, seorang tidak diketahui status pekerjaannya, dan sisanya adalah pelajar.

Menurut Dicky, pihaknya terus melakukan pengembangan kasus, dan fokus kepada 12 orang yang sudah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.

Bagi tersangka berusia masih di bawah umur dan berstatus pelajar, menurut dia, diberikan pendampingan.

"Anak-anak ini berani bertanggungjawab, berani berbuat dan berani tanggung jawab. Mereka kooperatif dalam pemeriksaan, dan kita lakukan pendampingan," katanya.

Dicky menyebutkan, dari hasil pemeriksaan, mereka melakukan perusakan dan pembakaran karena tersulut emosi saat mendengar adanya salah seorang anggota FPI yang jadi korban dalam kasus lain di Bandung, Jawa Barat.

"Mereka merasa simpati dan marah, kemudian melakukan perusakan kemarin, apalagi ada isu-isu yang tertusuk, ini yang membuat mereka cepat langsung terjadi pembakaran," katanya.

Ia menambahkan, saat ini situasi di TKP di Kecamatan Ciampea berangsur kondusif, dan sejumlah petugas pengamanan dari Polsek Ciampea maupun Brigade Mobile (Brimob) serta TNI masih disiagakan.

Markas GMBI di Kecamatan Ciampea dibakar sejumlah orang pada Jumat (13/1) sekira pukul 02.51 WIB. Tidak ada korban jiwa, dan aksi berhasil diredam.

Polres Kabupaten Bogor menjembatani proses mediasi antara dua ormas yang terkait, yakni GMBI dan FPI, disaksikan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor, dan perwakilan Pemerintah Kabupaten Bogor. (Baca juga: Polres Bogor mediasi perdamaian ormas terlibat bentrok)

Dalam pertemuan mediasi tersebut, kedua ormas sepakat untuk saling menahan diri, dengan menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada aparat kepolisian, dan menghindari terjadi aksi lanjutan.

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017