Semarang (ANTARA News) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan dosen politeknik dan akademi tak perlu lulusan pascasarjana atau S2.

"Dengan mekanisme Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK), dosen politeknik dan akademi tak perlu lagi S2. Boleh sarjana, asalkan memiliki keahlIan dan pengalaman di bidangnya," ujar Nasir dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (AB-PTSI) di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu.

Dia mengatakan para pensiunan industri dapat menjadi dosen di politeknik dan akademi. Pihak Kemristekdikti akan mengkonversi pengalaman yang dimiliki dosen tersebut dengan nilai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

KKNI merupakan kerangka penjenjangan kualifikasi sumber daya manusia dengan menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor pendidikan dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu skema pengakuan kemampuan kerja.

"Misalnya Ibu Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, beliau kan SMA tidak lulus. Tapi memiliki kemampuan di bidang kelautan yang mumpuni, maka disetarakan dengan KKNI yakni 9, makanya diberi gelar doktor honoris causa," lanjut dia.

Perubahan kebijakan tersebut, kata dia, bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi bidang vokasi. Ke depan, dia menargetkan sebanyak 50 persen dari dosen politeknik dan akademi adalah praktisi.

Sementara untuk kurikulum pendidikan vokasi, kata dia, diharapkan 60 persen praktik dan 40 persen teori.

"Ini merupakan upaya kita dalam meningkatkan kualitas perguruan tinggi dan kompetensi lulusan."

Ke depan, lulusan pendidikan tinggi vokasi akan mendapatkan sertifikasi kompetensi dari lembaga profesi.

Baca juga: (Menristek : insinyur jadi politikus berarti "kesasar")

Baca juga: (Menristekdikti: kelas jauh diprioritaskan untuk putra daerah)

Pewarta: Indriani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017