Willem's Toren yang dibangun penjajah Belanda tahun 1875 di ujung Pulau Breueh, Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Sumatera Barat, dulu membantu navigasi kapal dengan pantulan cahaya hingga puluhan mil ke Samudra Hindia.

Mercusuar di daerah perbukitan kepulauan paling barat Indonesia yang namanya konon diambil dari Willem Alexander Paul Frederik Lodewijk, penguasa Luxemburg periode 1817-1890, itu masih berfungsi sampai sekarang.

Pada 28 Maret lalu, kompleks mercusuar itu sepi dan pintu menara pun digembok. Aparat Distrik Navigasi Kelas II Sabang Pasaribu yang bertugas menjaga.

"Menara dikunci untuk keamanan dan yang memegang kunci sudah turun ke bawah, sebentar lagi juga kembali, istirahat dulu lah," katanya sembari menyodorkan kursi.

Lima menit kemudian, pemegang kunci Willem's Toren pun kembali.

"Menara di kunci untuk keamanan. Dan sudah sangat lama air raksa yang berfungsi untuk menghidupi lampu mercusuar hilang, makanya kita kunci untuk keamanan," kata Edy Yulianto menjelaskan kembali alasan penguncian pintu menara.

"Lampu utama di atas mercusuar sudah tidak menyala lagi, air raksanya hilang dan sekarang sudah dipasang lampu lain di samping lampu utama dan fungsinya juga sama," kata petugas navigasi itu menjelaskan.

Ia menjelaskan mercusuar sampai sekarang masih menjalankan fungsi membantu navigasi di jalur pelayaran Samudra Hindia.

"Dulu menara ini berfungsi untuk menghitung jumlah kapal yang sedang berlayar melalui jalur internasional (Samudra Hindia) secara otomatis, tapi sekarang tidak kita hitung lagi," tuturnya.


Perjalanan menantang

Hanya ada satu sarana transportasi menuju Pulau Breueh, perahu kayu nelayan yang berangkat dari pelabuhan sandar kapal nelayan di Lampulo, Banda Aceh menuju Gugop, Pulau Breueh. Kapal berangkat dari Lampulo pukul 14.00 WIB dan dari Gugop pukul 08.00 WIB,

Ongkos perjalanan naik kapal nelayan sekitar 2,5 jam dari Lampulo ke Gugop ongkosnya Rp25.000 per orang dan untuk sepeda motor Rp25.000 per unit ditambah biaya buruh angkat motor ke perahu dua kali masing-masing Rp20.000.

Sesampainya di pulau, pengunjung harus menyusuri jalan setapak berlubang dengan banyak bebatuan dan akar pohon melintang sepanjang sekitar empat kilometer dari Sekolah Dasar Rinon untuk menuju kompleks mercusuar.

Butuh konsentrasi agar tidak sering terperosok ke lubang atau tersandung akar kayu saat melewati jalan di hutan Pulau Breueh itu.

Selanjutnya, pengunjung masih harus menguras cukup banyak energi untuk mencapai puncak Willem's Toren, harus menaiki hingga 174 anak tangga plat besi bunga menuju ke sana. Cukup melelahkan.



Bagian dalam puncak mercusuar Willem di Pulo Aceh. (Dokumentasi Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Aceh Besar)

Namun sesampainya di pucuk mercusuar, rasa lelah segera terbayar dengan panorama hamparan laut lepas di kepulauan paling barat Indonesia, yang mempertemukan langit biru berhias gumpalan awan putih dan hamparan perairan kebiruan saat cuaca cerah dan bersahabat.

Dari balik kaca bundar putih transparan mercusuar, terlihat jelas air laut kebiruan yang menghampar hingga kaki langit dan pulau-pulau batu kecil tanpa penghuni tampak seperti mengapung di ujung negeri. Sementara ombak yang pecah menjadi buih putih terlihat seperti lukisan abstrak yang menghias pantai.

Hijaunya hutan Pulau Breueh juga tampak dari puncak menara. Dan saat menghadap utara, tampak jelas hamparan Pulah Weh (Sabang) yang memanjang. Pulau Rondo yang jaraknya sekitar 20 mil dari pulau itu juga kelihatan.

Di arah selatannya ada hamparan perbukitan asri dan di timur terlihat empat bangunan peninggalan Belanda yang memanjang hingga ke perbukitan.


Oleh Irman Yusuf
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017