Jakarta (ANTARA News) - Ujian akhir telah usai, waktunya menyegarkan otak yang mumet sekaligus menikmati sisa waktu bersama sahabat sebelum masing-masing menapaki jalan yang berbeda.  Selain perpisahan, ada sebagian sekolah di Indonesia yang menyelenggarakan pesta prom alias prom night untuk memberikan kenangan berkesan selagi masih memakai seragam putih abu-abu.

Prom, kependekan dari promenade, sudah dikenal pada abad ke-19 di universitas-universitas Amerika Serikat sebagai malam formal yang diselenggarakan tiap kelulusan angkatan. Lama kelamaan malam prom menjadi ajang yang dinikmati remaja, khususnya murid-murid SMA jelang kelulusan.

Pada malam itu, mereka bisa dimaklumi bila berdandan lebih dewasa dari biasanya. Mengenakan gaun atau jas, wajah yang biasanya tak banyak dipoles kini dihiasi make up, rambut pun ditata sedemikian rupa agar tampak elegan.

A memorable night to remember #promnight

A post shared by Nurul Indah Ramadhanti (@r_dhanti) on


Pesta prom sudah jadi budaya yang mengakar di kalangan remaja-remaja AS, bagaimana dengan Indonesia?

di Indonesia

Malam prom semakin lumrah di kota-kota besar Indonesia, ada yang menantikannya, ada yang tidak peduli dan memilih untuk tidak ikut.

Menurut Gillian Chaterine dari SMA 81 Jakarta, prom adalah bagian dari tradisi acara perpisahan. Malam terakhir di mana satu angkatan di sekolah untuk sama-sama bersenang-senang. 

Persiapannya pun sudah dari jauh-jauh hari. Busana untuk prom sudah dipikirkan sejak dua bulan sebelumnya, khususnya untuk remaja putri.

“Kalau yang mau jahit sendiri pasti butuh sekitar sebulanan juga,” katanya pada ANTARA News.

Ada yang ingin tampil optimal dan memakai jasa make up artist. Tetapi Gillian memilih untuk berdandan sendiri. 

“Menurut aku hasilnya lebih “aku” dan tidak beda jauh sama make up artist sih,” imbuh dia.

Di film-film remaja, malam prom rasanya tak lengkap bila dilewatkan tanpa pasangan. Ada yang pusing tujuh keliling karena tidak punya pacar untuk pendamping di malam prom. Tanpa pendamping, prom night terasa hambar. Kebanyakan mengajak teman sekolahnya, tapi ada pula yang ingin menuai kesan dengan mengajak orang terkenal. 

Misalnya Jacob Staudenmaier,  seorang remaja yang mengunggah video terinspirasi “La La Land” dengan tujuan mengajak aktris Emma Stone ke pesta prom sebagai pendampingnya. Sang aktris memang tidak bisa hadir, tapi setidaknya Jacob dapat respon dari Emma Stone yang sedang sibuk syuting di London.

Tentu bukan hal tabu bila malam prom dinikmati hanya bersama para sahabat.

“Menurut aku promdate tidak begitu penting,” kata Gillian yang sempat menolak ajakan dari pria untuk menjadi pasangannya di malam prom.

Justru malam itu dirasanya lebih asyik untuk dinikmati bersama teman-temannya. Malam prom adalah malam terakhir untuk rekan satu angkatan, bukan sekadar berduaan dengan pacar. Pasangan bukanlah sebuah keharusan di malam prom, katanya.

Ada momen tak terlupakan dari prom, ketika para peserta dipersilakan maju untuk membuat pengakuan di depan teman-temannya. Ada yang menyatakan perasaan, minta maaf, hingga berterima kasih. Alhasil malam itu terasa haru biru dan penuh kesan. Ada pula yang menangis tersedu-sedu saking tersentuh.

Serunya lagi, ada pemberian gelar mulai dari “Prom King”, “Prom Queen” hingga yang kocak seperti “Terkasus”, “Termacho” dan “Cinta Tak Sampai”. Mereka terpilih berdasarkan voting yang diisi setiap murid saat itu.

Malam itu, gelar “Prom Queen” jatuh di tangannya.

“Rasanya kaget banget!” ujar dia.

girls htz👰 #promnight #28

A post shared by @ezraoktavia on


Malam prom yang diselenggarakan SMA 8 Jakarta pun tak kalah seru. Ada bintang tamu, band angkatan dan penayangan foto dan video angkatan dari kelas masing-masing yang menimbulkan nostalgia selama setahun belakangan.

Nadiya Bunga (18) menganggap malam prom sebagai hadiah untuk diri sendiri setelah belajar keras selama tiga tahun di SMA.

“Menurut aku kan selama ini di SMA 8 belajar mumet, jadi enggak ada salahnya kalau ngadain satu acara yang bikin satu angkatan kumpul bareng dan senang-senang,” jelasnya.

Malam prom “memaksa” mereka untuk membaur, agar tak menempel terus dengan peer group masing-masing. Mereka harus duduk di kursi yang nomornya ditentukan dengan undian. 

“Terasa banget last night of high school.”

Meski esensinya serupa dengan acara perpisahan sekolah biasa, malam prom tetap terasa spesial bagi Nadiya. Dibandingkan perpisahan yang terkesan formal dan seremonial, malam prom rasanya lebih seru karena dirancang dan diwujudkan dari mereka untuk mereka.

Abdullah Rasyid (18) yang bersekolah di tempat sama juga mengikuti malam prom. Namun ia sebenarnya menganggap acara itu bukanlah suatu keharusan, apalagi sudah ada acara perpisahan.

harus bayar

Prom sama saja dengan perpisahan, namun dibalut lebih elegan sehingga terkesan berkelas. Tentu ada konsekuensinya, biaya lebih mahal. Di sekolahnya, tiap anak yang ingin ikut prom harus membayar Rp600.000. Ini membuat prom jadi terkesan lebih eksklusif karena belum tentu semua orang bersedia menggelontorkan sejumlah uang.

“Menurut saya, prom itu buat yang ‘punya’ saja. Buat yang enggak ‘punya’, ya enggak bisa,” begitu pendapat Arif Laksono (18).

Di sisi lain, ada pula murid yang ingin sekali merasakan malam prom namun sekolahnya tidak menyelenggarakan acara tersebut.

Gusti Ayu Komang Anggraeni dari SMA Tarakanita 2 berpendapat prom adalah “a night to remember” yang pas untuk menutup kenangan SMA. Malam prom penting baginya untuk bersenang-senang, memakai gaun menawan dan mengabadikannya bersama kawan-kawan.

“Prom itu malam perpisahan sekaligus malam buat kita sebagai anak kelas 12 untuk tampil kece di tahun terakhir sekolah ini,” katanya.

Sayangnya, sekolah Gusti tidak mengadakan malam prom. Dia harus berpuas diri hanya dengan acara pelepasan biasa di sekolah.

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017